Lem Anies Mengajarkan  Politik Melawan Ahok, Djarot, Jokowi, Syukurlah Sandiaga
Kesalahan Anies itu hanya satu, dia mau mokili, program dan sistem yang telah dirancang lama. Tidak heran yang ada hanya tuduhan dan emosional yang tidak jelas. Bagaimana bukan emosional ketika menyalahkan sistem warisan. Menuduh PSI mencari panggung, padahal jelas-jelas soal lem ini bukan satu-satunya dan pertama kalinya. Ini kali kesekian dan hal lain selain lem juga banyak.
Anggaran ini apa akan ramai, jika tidak ada PSI, anak baru, yang ketika dituding mau mencari panggung, mereka jawab, kami disumpah untuk mengawasi anggaran, ketika ada yang aneh ya kami klarifikasi. Opini soal mencari panggung silakan.
Ini pelajaran pertama, Anies salah melawan anak baru yang masih beringas. Anies lupa mereka belum bisa ditekan karena mereka belum memiliki kartu yang membuat mereka tidak bisa leluasa berbicara dan bergerak. Pelajaran berharga Anies tidak semua parpol sama dengan yang sudah ia kenal. Kena batunya, dan mirisnya kog ya Jakarta yang ada anggota dewan anak-anak muda ini.
Kedua, melawan Ahok dengan menuding kalau sistem warisannya yang bermasalah. Lha Ahok dilawan. Dia katakan memang halus, Anies Over Smart. Jadi pujian yang sejatinya juga pelecehan, apalagi ketika ada dua keterangan berikutnya, kalau restu gubernur saja yang membuat program perencanaannya itu bisa untuk bancaan. Lebih parah ketika mengatakan hanya maling yang mengatakan e-budgeting jelek.
Lagi-lagi Anies salah bersikap, selama ini ia menyalahkan Jokowi, yang akan diam saja, atau menyalahkan cuaca yang memang tidak akan bisa membantah. Menyalahkan warga yang membuang limbah ke sungai sehingga berbuih. Mana ada warga yang akan menjawab. Nah kebiasaan  menyalahkan ini kena batunya.
Pun Djarot, ketiga, yang pernah merasakan penggunaan sistem ini unjuk suara. ketika Anies mengatakan warisan pemerintahan sebelumnya tidak smart. Sambil tertawa Djarot mengatakan yang tidak cerdas bukan sistemnya, tapi penggunanya.  Lagi-lagi telak, ada nuansa bumerang, maling dan bodoh jadi satu.
Lagi-lagi Anies salah, ia lupa Ahok punya wakil, dan bukan tipikal diam saja ketika diusik. Ia jawab dan meskipun tertawa toh dalam juga. Soal kemampuan. Ketika mau mengganti sistem yang dinilai jelek, ditantang balik oleh Djarot silakan kalau ada yang lebih canggih. Kan lucu yang kejebak siapa, yang disalahkan siapa.
Keempat, Jokowi memang membuat Anies leluasa, dipecat jadi menteri tanpa beban karena tahu dengan persis Jokowi tidak akan membuka mulutnya untuk mengatakan mengapa Anies dicopot. Dan kini semua terbuka karena tidak ada yang bisa ditutup-tutupi lagi. Terbuka  dengan gamblang, kualitas, pola pikir, pola tindak, dan kualitas secara keseluruhan. Dan bonus afiliasi ideologis.
Pembelajaran penting dengan keberadaan peristiwa lem dan Anies. Anies sudah terjebak dengan nalar dia sendiri yang merasa paling itu. Dia lupa bahwa orang makin pintar, tidak berhenti, eh dia berhenti dan merasa bahwa orang masih sama saja seperti dirinya.
Jika dia mau sedikit saja terbuka, melek, dan mau belajar tentu tidak akan menjadi bulan-bulanan seperti ini. Apapun upayanya hanya menjadi masalah baru karena ia tidak dengan sisi spirtual yang ada. Sisi ketulusan tidak ada. Jika ada ketulusan tidak akan ada polemik, saling tuding, dan saling silang jawabannya.