Nasdem Parpol Senjakala, Perlu Belajar pada Hanura
Entah apa yang menghinggapi Surya paloh sehingga melakukan politik yang agak nyleneh para periode ini. Sangat mungkin suaranya yang meningkat cukup signifikan, jadi kepedean. Sejatinya manufer Nasdem tampak sejak perhelatan pilkada serempak. Menang banyak memang, namun banyak pula yang bermasalah.
Usai pilpres dan pendekatan Jokowi membuat langkah dan berbagai pilihan Surya paloh dan Nasdem menjadi lucu, atau malah menampilkan wajah aslinya? Biasa manufer politik itu, kepentingan yang menjadi rujukan, namun ketika mengabaikan kepentingan bangsa dan negara, miris jadinya.
Fundamentalisme. Presiden ternyata memberikan perhatian sangat besar bahkan dengan penempatan banyak pos yang luar biasa dengan pribadi-pribadi kuat untuk menyikapi dan menangani persoalan ini. Namun ternyata mereka melakukan dua pendekatan awal pada pihak yang selama ini memiliki kelekatan dan kedekatan dengan aliran ini. Anies dan  PKS.
Susah melihat jiwa nasionalisme ketika berkelindan dengan dua pihak yang demikian kuat memiliki pola politik seperti itu. Siapa  yang telah lupa dengan aksi Anies pada pilkada Jakarta dan PKS selama ini coba. Dan SP melakukan pendekatan yang sangat tidak populis pun sangat naif.
Kabinet. Persoalan cukup sering menjadi alasan soal kabinet. Dulu mengenai jumlah, kemudian mengenai keberadaan pribadi-pribadi dalam kabinet. Menjadi lucu adalah, orang-orang yang mereka usung pun bukan berkinerja cemerlang, dan mereka diam saja.
Akan berbeda jika kader mereka kaliber Susi, Jonan, Archandra, atau Amran dan didepak, mereka meradang boleh. Lah ini menteri mereka seolah ala Orba yang kinerjanya tidak jelas, tidak memberikan dampak yang luar biasa kog.
Anies dan Kontroversinya. Paling lucu dan culun dilakukan fraksi Nasdem DKI Jakarta, ketika mereka menyatakan tidak ada keharusan membuka rancangan anggaran. Lha namanya transparansi kalau tidak dibuka ya bukan transpparan tapi buram. Ke mana katanya restorasi berbangsa itu?
Pembelaaan yang tidak tepat, bukan soal Aniesnya atau soal anggaran yang tidak tepat, namun ketika mencoba mengelabui hal baik yang disembunyikan. Ini menodai slogan mereka sendiri. Jelas selain pendekatan dan berdekatan dengan Anies sudah buruk, ditambah buruk juga ikut melindungi perilaku buruk, dan itu adalah sejatinya restorasi itu.
Lebih miris lagi ketika mengatakan jangan asal kritik, jelas arahnya pada rival, PSI. Ini sih boleh untuk sebagian kontens, namun secara umum buruk juga. Kenyataan, faktualisasi, dan keadaannya jauh berbeda. Jika satu dua masihlah bisa diterima ada kesalahan, namun ketika ada dua puluh satu (21) mata anggaran yang seper jumbo, mosok diam dan menyalahkan pengritik?
Jaksa Agung. Kekecewaan terbesar Nasdem ada pada posisi jagung yang dicopot. Menarik adalah, lha jagung pun bukan pejabat brilian, beda dengan kapolri misalnya. Jika kaliber itu dicopot bolehlah meradang. Lha selama ini apa yang mereka tampilkan. Kedodoran dan kinerja siput juga. Malah masih banyak kecolongan dengan OTT jajaran mereka.
Jangan-jangan benar ada desas-desus mereka biasa memainkan kasus? Malah lebih mengerikan juga jika demikian. Masalah parpol dan penegak hukum menjadi biang kerepotan sendiri jika memang berasal dari orang parpol.
Hanura. Wiranto konsisten untuk melepaskan partai demi menjadi eksekutif. Dan akhirnya malah tidak lolos PT. Konsekuensi yang harus dibayar mahal oleh partai. Ternyata Nasdem tidak mau demikian, bos besar tidak ikut dalam jajaran menteri, namun anak buah tepercaya ada di sana. Bagus dan benar mereka melakukan itu, dan sukses.
Belajar dari Hanura di mana mereka tidak memainkan banyak kaki saja tumbang. Konsistensi itu penting, apalagi Nasdem berbalik arah amat jauh. Miris. Berbeda dengan PKS dan Demokrat yang memang ahli demikian. Dan itu pemilih sudah sangat paham dan hafal luar kepala.
Oposisi Gaya Baru. Akankah bersama PKS, Demokrat, PAN, dan Nasdem? Jika benar demikian, berani tidak melepas tiga menteri di dalam kabinet? Atau mau ikut jejak pendahulu, ala PKS dan Golkar masa SBY? Jika iya, jangan harap 2024 bisa berbicara banyak. Partai nasionalis yang mendekat pada ekslusifisme kental demikian, akan membuat pemilih berpikir ulang.
Pendekatan pada Anies dan PKS sudah membuat citra Nasdem tidak lagi nasionalis sepenuhnya, sudah ada noda di balik nama Nasdem, apalagi malah memunggungi banyak Jokowi. Jangan lupa kebesaran Nasdem itu karena keberaniannya  menyokong penuh Jokowi dalam banyak hal.
"Meninggalkan" Jokowi itu gambaran paling besar dampaknya. Jika itu benar-benar dilakukan, jangan harap bisa berbicara banyak. Lha Prabowo saja mengakui dan mendekat kog. Pihak yang benar-benar berseberangan saja bisa merapat, malah yang sudah ada memainkan kaki ke mana-mana.
Pilihan dan permainan Nasdem dan Surya Paloh yang bisa menjadi blunder. Memang tidak mudah menghadapi banyaknya parpol dengan platform yang mirip-mirip begitu. Pilihan hari-hari ini, akankah menjadi senjakala bagi Nasdem ke depan?
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H