Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tutut, AHY, Gibran, dan Tapak Jalan Politik Mereka

24 Oktober 2019   19:01 Diperbarui: 25 Oktober 2019   04:56 2257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cukup menarik apa yang terjadi pada Gibran Rakabuming, si sulung Presiden Jokowi ini. Beberapa waktu terakhir ia mencoba main politik. Solo menjadi tujuan awalnya dengan ikut dalam Pilwakot 2020.

Aneh dan lucu, atau justru memang sedang "diospek" oleh Jokowi dan Rudy selaku ketua DPC Solo? Sangat mungkin.

Kamis (24/10 siang), ia mengunjungi Megawati sebagai ketua umum PDI-P. Ini layak dilihat lebih dalam. Jalan tersebut ditempuh karena Dewan Pimpinan Cabang (DPC) sudah mengeluarkan rekomendasi kepada pihak lain.

Gibran yang telat mendaftar sudah tidak bisa lagi mendapatkan rekomendasi kecuali Dewan Pimpinan Pusat (DPP) membatalkan dengan adanya rekomendasi "sakti" dari pusat. Lagi-lagi syukurin.

Tutut dan Persiapan RI-1 ala Soeharto
Tutut jelas dikader dan dipersiapkan dengan sangat matang oleh Soeharto. Hanya sayang, karena terlalu asyik di puncak atau Tutut masih senang usaha, langkah untuk masuk dalam gelanggang sesungguhnya bisa dibilang terlambat.

Saat Soeharto sudah mulai surut dan lemah, malah Tutut masuk. Itu dianggap salah satu biang kejatuhan Soeharto. Jauh berbeda jika lima tahun lebih cepat. Mana ada orang berani melawan dan menyampaikan kritiknya?

Tutut selalu dibawa ke mana-mana, apalagi usai Bu Tien tiada. Kamuflase bagus, namun lagi-lagi sangat terlambat. Mentor presiden berkuasa penuh, banyak menteri dan pejabat lain yang tidak akan berani melawan jika Tutut jadi apa saja. Toh yang melakukan juga bukan Tutut. Semua skenario berantakan, hanya karena ketepatan waktu yang salah.

Jelas dari Soeharto yang mau mewariskan kursi kepresidenan kepada anaknya. Kegagalan ini sejatinya juga logis jika dikaitkan dengan kehendak Ilahi atau kehendak alam yang tidak merestui kepemimpinan dengan cara seperti ini.

Kaderisasi dan menyiptakan politik dinasti yang benar-benar dinastik, ala kerajaan bukan republik. Toh Tutut juga masuk dalam jajaran pengurus elite Golkar bersama adik-adiknya. Apakah paham seperti apa gejolak dan arus partai Tutut dan saudaranya? Jelas tidak.

AHY dan SBY
Lagi-lagi model yang identik. Bapak menyiapkan kader, dan tiba-tiba "menyomot" begitu saja di tengah karier militer yang masih cukup dini. Seolah kepedean atau mengapa, langsung AHY diterjunkan di tengah pertempuran besar DKI Jakarta. Ahok yang sedang ada masalah politis menjadi sasaran tembak tapi ternyata salah.

Kuda hitam yang abai dilihat SBY malah mempecundangi AHY secara cepat. AHY hanya menjalani rancangan SBY, dan seolah AHY tidak paham apa-apa jika ada yang tidak seperti rencana. Rencana lain yang belum terpikirkan oleh SBY, bukan AHY.

Partai menjadi alat bagi klan SBY untuk kekuasaan dan kemudian diturunkan kepada sang anak. Jangan kaget ketika era modern demikian, orang jelas sudah enggan melihat anak dibawa-bawa dan menjadi wayang sang bapak. Kegagalan di DKI, nyapres, dan kini menteri pun sejatinya pelajaran berharga, khususnya bagi SBY.

Gibran dan Jokowi
Dalam salah satu buku tentang Jokowi, ia berkisah bahwa keluarga terutama Gibran awalnya sangat berat memberikan persetujuan untuk maju Pilwakot Solo dulu. Dan kini Gibran malah mengikuti jejak yang sama.

Gibran sudah sukses menempa diri dalam bisnis dan juga menjadikan dirinya populer dalam dunia maya. Dua modal dasar yang sudah ada dan itu cukup untuk pemilihan langsung.

"Kekusutan" pencalonan Gibran ini susah diyakini tanpa adanya campur tangan Jokowi atau Rudy. Seperti ada kesengajaan untuk pendidikan dan pembinaan agar Gibran menapaki jalan politik dengan cara yang normal. Ada hambatan dan penolakan juga. Pada akhirnya ia harus jatuh bangun mencari jalan untuk menuju apa yang ia inginkan.

Cukup berbeda dengan dua anak presiden lain, yang mempersiapkan diri saja tidak. Lihat Gibran jelas ditolak DPC Solo dengan alasan sangat jelas dan harga mati. 

Memang ada jalan lain, yaitu langsung di tangan Ketum PDI-P, Mega. Dan itu diupayakan sendiri.  Gampang kok Jokowi jika memang mau "memaksakan" Gibran lolos. 

Rudy selain wali kota dan ketua DPC, juga adalah yang "menemukan" Jokowi. Tahu dengan baik, dan juga bersahabat. Jika mau jelas tinggal telpon, titip sejak lama. Ini sih lebih cenderung drama.

Jalan lainnya yaitu memasukan Gibran dalam partai, misalnya PDI-P di Solo, atau di mana toh, sangat mungkin. Namun Jokowi memiliki jalan yang berbeda. Gibran menjadi anggota pun kartu anggota sementara, kalau tidak salah. Padahal sangat mungkin partai apapun akan menerima calon tenar.

Berbagai kalangan menyayangkan Gibran masuk gelanggang politik praktis langsung, ketika Jokowi menjabat presiden. Cukup berbeda dengan anak presiden atau pejabat lainnya. Dia bukan orang partai politik. Bukan elite partai baik daerah apalagi pusat. Bukan juga "pemilik" partai apa-apa.

Popularitas dan prestasinya memang menggoda parpol untuk mengajaknya dalam pilkada yang mengandalkan popularitas semata. Dan apa susahnya  membawa orang sudah tenar untuk bisa menang. Lihat pola parpol memang demikian.

Pendidikan politik antara Jokowi dengan dua presiden lain ini yang patut dicermati, sehingga tidak langsung menyematkan dinasti politik. Apa salahnya dinasti jika itu karena usaha keras, mau mengupayakan, dan berjuang dengan sungguh-sungguh. Ada proses, bukan langsung tiba-tiba jadi pengurus elite dan tidak pernah tahu kiprahnya, hanya saat pemilihan saja ada di sana.

Apa yang tersaji itu baik bagi hidup perpolitikan di tanah air, kekacauan yang sedang diupayakan untuk menjadi lebih baik. Itu perlu waktu dan kerja keras.

Terima kasih dan salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun