Cukup menarik apa yang terjadi pada Gibran Rakabuming, si sulung Presiden Jokowi ini. Beberapa waktu terakhir ia mencoba main politik. Solo menjadi tujuan awalnya dengan ikut dalam Pilwakot 2020.
Aneh dan lucu, atau justru memang sedang "diospek" oleh Jokowi dan Rudy selaku ketua DPC Solo? Sangat mungkin.
Kamis (24/10 siang), ia mengunjungi Megawati sebagai ketua umum PDI-P. Ini layak dilihat lebih dalam. Jalan tersebut ditempuh karena Dewan Pimpinan Cabang (DPC) sudah mengeluarkan rekomendasi kepada pihak lain.
Gibran yang telat mendaftar sudah tidak bisa lagi mendapatkan rekomendasi kecuali Dewan Pimpinan Pusat (DPP) membatalkan dengan adanya rekomendasi "sakti" dari pusat. Lagi-lagi syukurin.
Tutut dan Persiapan RI-1 ala Soeharto
Tutut jelas dikader dan dipersiapkan dengan sangat matang oleh Soeharto. Hanya sayang, karena terlalu asyik di puncak atau Tutut masih senang usaha, langkah untuk masuk dalam gelanggang sesungguhnya bisa dibilang terlambat.
Saat Soeharto sudah mulai surut dan lemah, malah Tutut masuk. Itu dianggap salah satu biang kejatuhan Soeharto. Jauh berbeda jika lima tahun lebih cepat. Mana ada orang berani melawan dan menyampaikan kritiknya?
Tutut selalu dibawa ke mana-mana, apalagi usai Bu Tien tiada. Kamuflase bagus, namun lagi-lagi sangat terlambat. Mentor presiden berkuasa penuh, banyak menteri dan pejabat lain yang tidak akan berani melawan jika Tutut jadi apa saja. Toh yang melakukan juga bukan Tutut. Semua skenario berantakan, hanya karena ketepatan waktu yang salah.
Jelas dari Soeharto yang mau mewariskan kursi kepresidenan kepada anaknya. Kegagalan ini sejatinya juga logis jika dikaitkan dengan kehendak Ilahi atau kehendak alam yang tidak merestui kepemimpinan dengan cara seperti ini.
Kaderisasi dan menyiptakan politik dinasti yang benar-benar dinastik, ala kerajaan bukan republik. Toh Tutut juga masuk dalam jajaran pengurus elite Golkar bersama adik-adiknya. Apakah paham seperti apa gejolak dan arus partai Tutut dan saudaranya? Jelas tidak.
AHY dan SBY
Lagi-lagi model yang identik. Bapak menyiapkan kader, dan tiba-tiba "menyomot" begitu saja di tengah karier militer yang masih cukup dini. Seolah kepedean atau mengapa, langsung AHY diterjunkan di tengah pertempuran besar DKI Jakarta. Ahok yang sedang ada masalah politis menjadi sasaran tembak tapi ternyata salah.
Kuda hitam yang abai dilihat SBY malah mempecundangi AHY secara cepat. AHY hanya menjalani rancangan SBY, dan seolah AHY tidak paham apa-apa jika ada yang tidak seperti rencana. Rencana lain yang belum terpikirkan oleh SBY, bukan AHY.