Memang bukan sepenuhnya kendali ada pada Prabowo dan kawan-kawan sebagai politikus rival Jokowi mengenai keberadan kelompok berpikir kebalik. Apa yang terjadi selalu dicurigai, settinganlah, pengalihan isulah, kegagalan pemerintahlah, dan sebagainya. Ini jauh lebih mungkin kelompok di luar politik Prabowo secara langsung, mengapa?
Apa yang dikatakan Prabowo tidak mereka dengar, ikuti, dan percayai. Narasi bahwa ujung-ujungnya Jokowi yang salah dan gagal dilantik jauh lebih kuat menggema. Bahwa ada irisan kepentingan dengan Prabowo iya, namun bahwa itu tidak lagi terkendali oleh Prabowo dan kawan-kawan sangat mungkin.
Jangan kemudian merapat ke Jokowi dan seolah  usia juga narasi yang pernah didengung-dengungkan dan ulang-ulang terus. Itu merasuk dalam-dalam. Narasi salawi, entah dengan apa mau diselesaikan dengan segera dan sebaik-baiknya.
Gerbong Jokowi
Jangan salah juga bahwa pendukung pemerintah dan Jokowi selama ini banyak yang konslet juga. Hanya memang lebih cenderung rasional. Miris adalah karena berangkat mendukung di mana posisi Jokowi terdesak, menjadi bulan-bulanan media, media sosial, politikus waton sulaya, membuat orang banyak yang menjadi fanatis berlebihan.
Politik dipandang sebagai matematik. Memilih jalan yang tidak seperti umumnya marah, meradang, tidak mau mendukung, tanpa tahu esensi permasalahan dan kesulitan politik itu terlebih dahulu. Mulai dari soal memilih cawapres, hingga kini revisi UU KPK. Banyak yang meradang.
Pemilihan kabinet pun  bisa menjadi ladang masalah, kala atau kalau Gerindra masuk dan terutama Zon yang menjadi menteri. Ini adalah pendidikan politik yang selama ini gagal terjadi karena pembelaan bak babi buta. Penyebab menjadi demikian militan karena keberadaan Jokowi yang sendirian. Media pun suka menyudutkan dengan berlebihan, jangan bicara partai politik.
Apalagi yang terbaru, akhir-akhir ini, lebih kuat narasi mengenai buzzer, yang sejatinya adalah kepentingan Tempo sendiri yang kena hajar telak buzzer, yang mampu membuat Tempo gembos. Sebenarnya jauh dari Jokowi, namun ada irisan yang sama dengan istana dan ada momentum untuk menjadikan itu bahan.
Nah para pendukung model fanatis ini akan lemah untuk bisa obyektif, menakar dengan nalar sehat, bisa membuat kultus individu. Sangat berbahaya jika mereka lebih dominan dan menilai serta menakar Jokowi pasti benar.
Dukungan itu tidak harus menyetujui  apapun pilihannya, namun memberikan dukungan juga bisa melakukan kritik, atau juga mau memahami bahwa politik tidak sesederhana apa yang nampak  di media, di dalam pernyataan semata.
Kedua tokoh bangsa ini memang tidak akan bisa menyelesaikan ekses kampanye dan pemilu ugal-ugalan ini, namun bahwa mereka perlu untuk menyadari bahwa telah membawa pengaruh dan dampak yang luar biasa. Saatnya benar-benar revolusi mental yang sejati bukan semata jargon yang kurang implementasi.