Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mendikbud, Jangan Naif, Nikmati Gaji Kecil, Nanti Naik Surga

11 Oktober 2019   17:08 Diperbarui: 11 Oktober 2019   17:12 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelima, berkaitan dengan berlomba-lombanya universitas dan sekolah tinggi dengan fakultas keguruan, karena sertifikasi yang menggiurkan pemuda itu tidak dibarengi dengan pemikiran menyeluruh mengenai kuota kebutuhan dan banyaknya serapan lulusan. Hanya berpikir perguruan tinggi dapat mahasiswa dan mahasiswa bisa kuliah.

Keenam, rendahkan kualifikasi calon mahasiswa kependidikan, suka atau tidak, hal ini adalah faktual. Kadang orang frustasi ditolak  fakultas lain masuk kependidikan. Hal awal yang tidak sehat, ini masalah jika tidak dikelola dengan baik.

Ketujuh, keberadaan yayasan dan sekolah kecil-kecil yang sejak awal tidak kuat secara finalsial. Bagaimana mereka bisa menggaji guru dengan layak? Hal ini bukan soal surga atau apa, namun soal tanggung jawab yang tidak benar pemangku kebijakan dalam memberikan izin.

Kedelapan, sikap serius bangsa dan negara berkaitan dengan pendidikan masih lemah. Lihat saja  bagaimana sekolah lama, bukak alas, banyak yang mati karena sistem penempatan sekolah negeri yang ugal-ugalan. Seolah sepele, namun itu mendasar dalam mengelola pendidikan.

Kesembilan, sistem pendidikan favorit dan pinggiran yang dianut pemerintah lampau, juga membuat guru yang tidak cukup cakap mau tidak mau menjadi guru dengan gaji yang mepet, padahal guru sekolah favorit bisa berkecukupan.

Kesepuluh, ini soal sikap dan kebijakan, bukan soal besar upahmu di surga. Maaf jika terlalu kasar dan keras apa bedanya dengan Karl Marx, yang mengatakan agama adalah candu. Jika semua hal yang tidak mampu dan tidak mau menyelesaikan akan diganjar di surga.

Kesebelas, soal distribusi dan kemauan pemerintah baik daerah ataupun pusat soal dana dan gaji pegawai ini. Lagi-lagi soal politis dan kadang agamis juga.

Kedua belas, gaji kecil dan ngarep di surga boleh lah kalau untuk lajang, kalau berkeluarga, apa tidak ndhedher kere, bagaimana kualitas keluarga mereka, kesehatan, gizi, pendidikan, dan hidup mereka. Mungkin Pak Menteri belum pernah hidup dengan gaji  mepet.

Jika saja pengelolaan sistem pendidikan dengan cara yang lebih baik, bijaksana, dan apalagi tidak banyak maling, tidak akan ada guru dibayar minim lagi. Miris sejatinya jika Menteri berbicara seperti itu, bukan motivasi itu sih, namun enggan mengubah keadaan, dan melemparkan tanggung jawab pada Tuhan.

Dulu kurang ilmiah, kini juga meskipun dibalut dengan istilah religius. Jangan naif Pak Menteri dan juga mbok ilmiah sedikit gagasannya. Mau memotivasi atau hanya sekadar guyon, tetap tidak pas.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun