Artinya, bahwa masih susah orang "biasa" rakyat kebanyakan menjadi pimpinan parpol apalagi menjadi pimpinan daerah dan pusat, apalagi semua harus lewat parpol.
Logika sederhananya, jika memang asalnya adalah dari parpol, usungan parpol, keberadaan presiden sepenuhnya didukung oleh parpol. Memang Jokowi separo parpol jadi seolah parpol tidak merasa memiliki Jokowi, berbeda dengan SBY dengan Demokrat periode lampau. Apapun kata SBY, Demokrat akan  mengawal, mendukung, dan mengawal sehingga SBY bisa penuh daya, bandingkan dengan Jokowi.
Jokowi yang Bukan Siapa-siapa
Semua paham, Jokowi bukan anak kolong, apalagi anak jenderal, bukan juga jenderal. Pengusaha pun kalah kelas jika dibandingkan dengan Abu Rizal Bakrie, Senov, JK, atau Uno dan keluarga. Ia bukan kaliber itu. Kesederhanaan, ketekunan, kehendak baiknya menjadikan ia presiden. berangkat dari walikota di daerah sukses membangun dengan ala kerakyatan, masyarakat tersapa, kemudian partai menarik dan meliriknya ke Jakarta.
Ingat parpol yang membawa, namun rakyat yang membesarkan. Reputasi di Solo kemudian memoncerkannya juga di Jakarta. Memang kehendak Tuhan yang terjadi, ketika suka atau tidak Jakarta amburadul dalam banyak hal, satu demi satu dibenahi. Kolaborasi dengan Ahok sukses dalam banyak hal dan segi.
Lagi dan lagi parpol memromosikannya menjadi capres dan menang. Parpol mendapatkan keuntungan, namun apa yang mereka buat? Boneka partai, petugas partai, sendirian menghadapi tekanan, bahkan fitnahan sekalipun.Â
Pernah tidak ada jawaban seperti Ruhut membela SBY? Benar, Ruhut pun lebay dan tidak elok, namun juga perlu. Tidak perlu sevulgar Ruhut juga, namun jangan biarkan dihantam dengan seenaknya saja.
Pembelaan itu pegiat media sosial, baik yang ribuan pengikut atau jutaan, hingga yang receh. Pembelaan atas perilaku ugal-ugalan oposan, lembaga yang mati kutu, ataupun media yang semua paham kog mana yang memberikan kritik mana yang waton sulaya.Â
Dan baik parpol, kabinet, atau dewan diam seribu bahasa. Satu dua yang berbicara yang tidak cukup signifikan membendung kenyaringan suara sebelah.
Kini, ketika pegiat media sosial mendapatkan label buzzer, pelaku bayaran untuk memberikan pembelaan bagi parpol atau pemerintah, dan itu membuat  tidak nyaman, bahkan takut.Â