Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Arief Puyuono: Gerindra Meminta Tiga Menteri, Siapa Saja Mereka?

5 Oktober 2019   10:17 Diperbarui: 5 Oktober 2019   12:33 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arief Puyuono: Gerindra Meminta Tiga Menteri, Siapa Saja Mereka?

Aneh dan lucu, ketika kalah pemilu namun tetap mau ikut dalam pemerintahan. Masih nutup mata, ketika penggembira seperti Golkar, PAN, P3 periode lalu. Lha ini, pemimpin koalisi, memiliki capres sendiri, dan hampir selalu berseberangan  dalam seluruh upaya pemerintah. Memang sering pula Prabowo sebagai pemimpin menjadi penyokong utama Jokowi.

Keberadaan sistem presidensial yang cenderung mendua, karena toh parlemen juga ikut sok kuasa menjadikan sistem dan tata negara bangsa ini kacau balau. Dewan bisa menjadi seolah-olah bisa menyandera pemerintah. Acap kali terjadi demikian.

Belum lagi, kabinet yang lebih asyik dengan proyek, partainya, dan kampanye untuk diri dan pasrtai politiknya. Memang tidak akan ada yang ideal di dalam bernegara, dan selama berbicara soal dunia, namun jelas bagaimana mendekati yang ideal itu patut dicoba dan dilakukan. 

Minimal taat konsensus dan yang umum. Ada dua sisi dalam tata negara, pemerintahan dan penyeimbang dalam konteks parlementer bernama oposisi.

Buat apa coba ada pemilihan umum, atau pemilihan presiden jika toh yang kalah nantinya pun ikut memerintah. Bagaimana yang sudah berjerih lelah, beradu dalam kampanye, dan kemudian yang dulunya berseberangan bahkan melemahkan juga ikut di dalamnya. 

Tidak berbeda dengan perlombaan balita sehat atau model anak-anak. Demi anak dan ibunya tidak ribet dan merepotkan semua diberi hadiah dan sertifikat.

Partai politik yang seharusnya memberikan pendidikan politik malah merusak dengan sistem pokoke dan asal ikut berkuasa, masalah proses dan perjuangan tidak menjadi perhatian. Tentu masih ingat, bagaimana perilaku ugal-ugalan, dan seenaknya membangun narasi dan opini mengenai pemerintah dan rival politik mereka.

Benar bahwa politik itu cair, tidak ada kawan abadi, dan sebagainya, toh masih perlu ranah etik, moral, dan tata krama yang sepatutnya. Infrastruktur yang katanya masyarakat tidak makan semen atau beton. Padahal toh mereka juga menikmati.

Atau mengatakan sebagai jargon hutan dan pemimpin bohong seolah-olah sudah menjadi kebenaran yang hakiki. Pengikut mereka lho masih demikian yakin dengan jargon itu sebagai kebenaran hingga detik ini.

Kondisi demikian, belum lagi reaksi dari koalisi yang sudah berjerih lelah, bahkan ada juga yang berdarah-darah.  Relawan yang menahan perih-pedihnya makian dan setengah mati membela pemerintah eh tiba-tiba yang kemarin itu memaki kini akan menjadi bagian utuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun