AHY Belajarlah Berpolitik pada Puan dan Anies Baswedan Dulu!
Pelantikan anggota dewan pusat periode 2019-2024 diwarnai aksi perang dingin ala Mega, kali ini terhadap Surya Paloh dan AHY. Cukup mengagetkan sebenarnya, beberapa waktu lalu, saat melayat Ibu Ani, Mega "baik-baik" saja bahkan terhadap SBY. Apalagi terhadap AHY, jelas tidak ada masalah, seperti momen Lebaran.
Apa yang terjadi di balik itu tentu elit paham dan tahu. Apa yang sangat mungkin adalah mengenai kabinet dan keberadaan Demokrat yang memang dipahami kalau Mega dan SBY pernah ada kisah politik yang sangat membekas bagi Megawati. Itu sudah lebih dari satu dasa warsa lampau.
AHY dan Politik
Tentu masih segar dalam ingatan bagaimana drama AHY dan pilkada DKI. Ada momen di mana Lebaran kuda tampil menjadi santapan dan aroma politik, demi menyingkirkan jagoan sangat kuat waktu itu. Apa daya ada kandidat lain, si anak bawang penggembira misa merangsek dan akhirnya menang dan menjadi gubernur. Posisi AHY malah jadi penggembira.
Isu dan desas-desus soal SBY yang termakan omongan seorang pemimpin ormas untuk menarik AHY menjadi kandidat pilkada DKI, sangat mungkin. Kemudian menelikung dan beralih dukungan. Sangat mungkin, bisa iya bisa tidak, yang jelas bahwa AHY masih terlalu dini untuk masuk pada tataran persaingan sekelas DKI.
Riuh rendah kandidat capres dan cawapres lagi-lagi AHY seolah dipaksakan terlibat di sana. Jadilah ada istilah jenderal kardus usai AHY tersingkir oleh Sandiaga Uno. Posisi AHY jadi tidak terlibat sama sekali dalam gelaran pilpres. Sangat wajar, meskipun cukup kuat dalam survey, toh lebih banyak kelamahan yang merugikan bagi kedua kandidat presiden yang ada.
Usai pilkada DKI, keberadaan AHY dengan Yudhoyono Institute, juga kurang demikian kuat dan masif di dalam menjual diri. Isu-isu dan kejadian nasional lepas dari tangkapannya, yang harusnya ia kapitalisasi menjadi sebuah iklan murah meriah. Tanggapan atas keadaan yang ada dengan pemikiran menarik, orisinal, dan solutif tentu akan menjadikannya jauh lebih terkenal dan menjadi daya tarik.
Belajar dari Puan
Puan baru saja dilantik menjadi Ketua DPR-RI. Ia menjadi perempuan pertama, sejarah mencatat. Di balik sorotan banyak pihak yang seolah merendahkan, apa mampu ia bekerja, memangnya "bodoh" itu melanggar hukum? Â Selama ini kapasitas Puan belum nampak memang. Dan itu sah-sah saja, apa salahnya coba, toh Zon dengan segala narasinya juga melaju dan bebas dari pidana dan lima tahun selesai.
Setya Novanto, ketua DPR periode lalu, yang juga terpidana korupsi mengatakan Puan itu sejak 2014 sebenarnya digadang-gadang menjadi ketua dewan, dan Setnov dkk lah yang menjegalnya dengan segala keanehan politik KMP mereka. Dan kini kesampaian pula. Apakah Puan selama ini bereaksi berlebihan, apalagi menuding Setnov dkk sebagai parlemen kartun misalnya, tidak. Ia tetap berjalan dengan apa adanya, itulah politik. Ada kesabaran menghadapi kekalahan.