Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tantangan untuk DPR, Novel Baswedan, dan Komisioner KPK

15 September 2019   09:30 Diperbarui: 15 September 2019   09:39 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Permintaan dan Tantangan untuk DPR, Novel Baswedan, dan Komisioner KPK

Hiruk pikuk, mau revisi kemudian mundur, dan aneka bentuk keriuhan yang lagi-lagi tidak penting. Hal yang diungkap ya itu itu saja, ujung-ujungnya malah Jokowi yang mau disasar. 

Apalagi pernyataan Novel Baswedan yang mengatakan, koruptor berutang budi pada Jokowi. Revisi UU KPK adalah hal yang wajar. Pun dewan pengawas juga lumrah. Toh presiden pun memiliki pengawas ratusan bahkan pengawasnya.

PKS pun tiba-tiba mau menolak revisi yang kemarin sudah menyetujui. Gerindra juga mengatakan yang sama. Benar belum sebagai kata partai dan fraksi, masih personal, namun nampaknya masih gaya yang sama kog.

Komisioner KPK perode ini juga mengembalikan mandat. Mengatakan pemberantasan korupsi dikembalikan kepada presiden dan mereka mundur. Cukup menarik, dengan fenomena yang ada.

Apa yang terjadi itu sebenarnya sangat biasa, bertahun-tahun juga udreg yang sama. Mau adanya hal angket, pansus, atau apalah namanya, toh ada kesan kuat kalau dewan cenderung memperlemah, pemerintah maunya makin kuat, masyarakat jelas juga maunya KPK tetap bekerja dengan maksimal.

Coba, NB, pimpinan KPK, dewan, atau presiden, entah siapa yang berani dan mau mengajukan usul atau apalah namanya beberapa hal berikut:

Pemutihan atas kasus demi kasus yang ada, dan saling sandera selama ini. semua tentu juga tahu bagaimana pat gulipat anggaran dan korupsi itu terjadi di mana-mana, elit terutama, melibatkan parpol dan dewan sebagai pusaran. Ada KTP-el, Hambalang, BLBI, Century, dan entah apa lagi. Angkanya pasti gede bukan seharga rencek kayu Perhutani atau seharga ayam.

Selama ini kadang heboh OTT, penangkapan dan pemanggilan elit, namun hilang, menguap begitu saja. Masyarajat sampai bosan, capek, dan kadang apatis, toh nanti juga hilang dengan sendirinya. 

Nah siapa tuh yang merasa jagoan, mengusulkan pemutihan dengan batasa-batasan jelas pastinya. Besaran yang bisa diputihkan, batasan waktu, dan mengembalikan kepada negara tanpa adanya tuntutan lebih lanjut.

Jika batas waktu tidak dipenuhi, jelas otopenjara, jangan lagi beri kesempatan, apalagi malah ngeles ke mana-mana. KPK tentu memiliki data dan rekaman siapa saja yang layak menyandang gelar maling dan itu diberikan kesempatan untuk mengembalikan tanpa adanya bui kalau masih mau beritikat baik.

Apalagi pihak-pihak yang sudah disebut dalam vonis banyak terpidana korupsi, toh selama ini belum ada yang diurus lebih lanjut. Paling-paling hanya satu atau dua pihak saja. Padahal susah melihat korupsi hanya dua atau tiga pihak. Contoh jelas KTP-el dengan Setnov dan kawan-kawan itu. Masih demikian banyak yang belum diapa-apakan.

Pengalaman sudah ada kog, pengampunan pajak itu identik juga sebenarnya. memang berbeda, saunya nyolong dan satunya ngemplang, toh sama saja. Penyelesaian yang tidak jauh berbeda, sistem dan mekanisme yang dipakai masih mendekati. Memang tidak identik.

Pemiskinan. Sering orang mengatakan, hukuman bukan dendam, harus setimpal, melanggar HAM, dan seterusnya, preeet ah. Mereka juga tidak memikirkan HAM pas nyolong kog. Hukuman harus ada efek jera. Mengapa korupsi bisa demikian masif? Karena hukumannya angat ringan, masih bisa membeli, dan adanya remisi dan ditengarai juga jual beli terjadi.

Jadi ingat kemarin dalam media sosial, seorang rekan berpikir, penenggelaman kapal maling ikan efektif menekan angka maling ikan, jangan-jangan untuk sama dengan kasus korupsi. Jika ada hukuman berat bisa mengurangi keberanian maling-maling ini.

Tanpa pemiskinan mereka masih bisa membeli petugas penjara, perangkat hukum, dan akhirnya hukuman. Dari banding, PK, pura-pura sakit, remisi, dan seterusnya-seterusnya. Termasuk malah bisa membangun istana dalam penjara. Buat apa penjara tanpa ada efek jera? Siapa takut maling bermilyar jika begitu.

Pembuktian terbalik. Masyarakat itu tahu, paham, banyak pegawai dan pejabat itu gaya hidupnya tidak sesuai dengan profilnya. Mereka petentang-petenteng dengan kemewahan, gaya hidup, dan kepemilikan yang melebihi apa yang seharusnya mereka punyai, jika hanya bekerja dan mengandalkan gaji saja.

Nah selama ini semua itu hanya praduga, asumsi, dan sejenisnya. LHKPN pun sebatas anjuran, banyak pejabat yang tidak pernah melaporkan. Pun persoalan pajak juga masih kembang kempis. Adanya pasal atau UU Pembuktian terbalik, tentu membantu negara ini menjadi lebih makmur. Pribadi-pribadi lebih bermartabat karena bukan maling.

Tentu bukan iri atau dengki dengan orang kaya, namun biar kekayaannya itu sah, jelas, dan memang haknya dan itu tidak ada yang melarang. Buktikan dengan sah bahwa memang itu milik pribadi, atas usaha dan upaya yang selaras dengan hukum yang berlaku.

Hukuman mati. Mirip dan identik dengan pemiskinan. Karena mereka cenderung mengulang, berulah, dan membeli hukum seenak perut mereka, nah mengap tidak ada yang usul hukuman mati dalam kategori tertentu. 

Maling uang dana sosial, berulang, berulah di penjara, itu layak mendapatkan bonus dihukum mati. Lagi-lagi ini bukan soal dendam atau kekejaman serta melanggar HAM. Mosok orang yang tidak bebenah bahkan bedebah masih bicara HAM.

Alasan memberi kesempatan perbaikan diri, kan sudah terbukti tidak memperbaiki diri dengan membeli kesempatan dan mengulangi perbuatannya. Pembenarnya sudah habis, apalagi kejahatan ini sudah tidak dianggap lagi oleh para pelakunya. Masyarakat sudah muak, bahkan mual melihat mereka petentang-petenteng begitu.

Hayo, siapa  yang mau mengusulkan hal-hal demikian di atas? Ada yang berani dan memiliki nyali? Korupsi alias maling elit ini sudah keterlaluan, melawan dengan segala daya upaya atas pembersihan lho. Perlu tindakan ekstrem bukan hanya basa-basi seperti ini. Mendesak untuk  membuang mereka dari gelimangan uang malingan.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun