Ketua KPAI mengatakan, secara tidak langsung anak didekatkan pada rokok dan akan tergoda. Kog identik dengan pernyataan seorang pendidik yang mengatakan melihat salib dan peserta didiknya imannya akan goyah ya?
Kedua kelucuan lain, mosok beasiswa menjadi atlet kog merokok. Logis, atau maaf dongok ya? Apalagi sudah ada pernyataan akan membuang segala sesuatu yang akan mengaitkan itu dengan rokok.
Ketiga, apa iya orang atau anak dekat dengan rokok pasti suka rokok. Bisa saja menjadi antirokok. Saya contohnya, bapak dan kakak-kakak laki-laki perokok berat semua, sejak kecil biasa dimintai membelikan rokok ke warung dan sama sekali saya malah gak suka rokok.
Keempat, mengambil keputusan sebesar komisi negara kog berdasar asumsi mentah, bagaimana kredibillitasnya bisa diertanggungjawabkan. Harusnya berdasar survey, berapa anak ikut audisi menjadi perokok dan terpengaruh oleh aktivitas itu akhirnya merokok.
Kelima, survey juga berapa anak yang ingin menjadi atlet dengan audisi itu, berapa yang dipaksa bapak dan emaknya, apalagi jika dipaksa PB Djarum. Nah kalau ini terjadi, seperti dalam perdagangan anak, mana ada anak yang rela diperdagangkan, pasti tidak akan ada polemik berkepanjangan.
Keenam, keputusan yang dicabut inipun sejatinya buruk. Bagaimana tidak, rekomendasi eksploitasi itu serius, bukan hal yang sepele. Mengapa bisa dicabut dan seolah hal yang biasa saja? Ini mana yang benar, jika ada eksploitasi buktikan, jikatidak, mengapa sampai keluar pernyataan yang lampau. Soal rokok memang tidak menjadi demikian penting, karena memang salah.
Ini semua berkat perjuangan almarhum BJ Habibie yang membuat bangsa ini merdeka dalam bersikap dan berpendapat. Jika tidak ada upaya beliau dan masih dalam sistem otoriter, komisi itu tetap dengan pendapatnya dan rakyat tidak bisa berupaya untuk memberikan tekanan dan koreksi atas kesewenangan lembaga negara.
Terima kasih Prof BJ Habibie, dan selamat jalan menuju kepada keabadian dan kemuliaan. RIP Presiden.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H