Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Belajar Politik dari Fadli Zon dan Jokowi

8 September 2019   09:24 Diperbarui: 8 September 2019   09:32 3157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belajar Politik dari Fadli Zon dan Jokowi

Dua nama ini paling sebanding dalam dunia politik bangsa ini. Berbeda kondisi antara Jokowi dan Prabowo itu soal keterpilihan dan popularitas politis. Fadli Zon sebuah fenomena berpolitik yang unik dan bisa menjadi rujukan dalam menjadi politikus.

Beberapa hari grup percakapan ataupun media sosial sedang hiruk pikuk dengan berbagi video komika muda yang sedang menjadikan Fadli Zon sebagai bahan lelucon. 

Wajah dan ekspresi Zon datar, senyam-senyum netral, bukan kecut marah, jengkel, atau malu. Pun bukan wajah sumringah yang memperlihatkan tidak kerasa kena sindir. Sama sekali tidak ada ekspresi apapun. Netral, lurus, dan tidak ambil peduli.

Beberapa hal yang ia lakukan itu patut dilihat:

Konsisten. Jarang politikus kita itu konsisten, ingat bukan soal benar salah atau laik atau tidak. Politik itu soal eksistensi diri bukan kebenaran ala etis. Nah dia selalu konsisten mematahkan pemberitaan soal Jokowi yang sedang menjadi pembicaraan. 

Akan selalu hadir dengan antitesis. Mengenai pemindahan ibukota, Papua, mobil esemka, dan banyak kinerja Jokowi dinafikan dengan baik olehnya.

Ini soal  eksistensi, menjaga pemilih dan konstituennya untuk tetap setia. Lihat bagaimana toh ia tetap melaju dengan mulus di dapilnya. 

Padahal kalau mau jujur, banyak bukan pernyataan baik elit ataupun akar rumput yang menyatakan dia itu sama sekali tidak berprestasi, toh tetap dipilih. Ia cerdik memanfaatkan momentum.

Fokus. Ia hanya fokus pada Jokowi dan jajaran yang akan membuat Jokowi moncer. Lihat, pernah dia meributkan menteri Prmono Anung yang pendiam dan balik layar, atau Puan, atau Wiranto, misalnya? Tidak. Ia cecar menteri Susi Pudjiastuti yang membuat Jokowi makin tenar.

Posisi Zon identik dengan Setya Novanto. Ia fokus pada pilihannya menjadi oposan sejati Jokowi. Dia di muka publik selalu mencerca Jokowi dan prestasinya. 

Fokusnya jelas Jokowi, bukan yang lain. Setnov identik, ia fokus pada proyek, bukan jabatan. Mau jadi apapun ia jalani asal menjadikan jalan untuk mroyek.

Zon juga tidak pernah menampilkan diri jadi cawapres misalnya. Ini berbeda denga Ali Sera misalnya, yang jadi dewan saja sangat berat, mosok level cawapres. Berbeda dalam melihat peluang politik. Fokus itu penting dalam berpolitik.

Cerdik membuat polemik. Ia menggunakan foto di depan makam Karl Mark sekaligus mengatakan antiChina dan antikomunis sekaligus. Orang sering sewot, dia datar saja, diam saja, tidak pernah membantah atau meributkan hal yang ia ciptakan. Hal ini identik dengan Amien Rais. Ia cerdik membuat polemik.

Sindirian komika ia medsosan tiap dua menit, apa tidak kerja, sama sekali tidak ia tanggapi. Mengapa? Karena ia tahu kerja itu milik Jokowi, dia akan keteteran untuk itu. 

Nah berbeda dengan Amien adalah Amien sering salah dalam bersikap ketika memberikan tanggapan. Beda era dan beda kecepatan memang. Viral dunia medsos itu seketika, beda dengan Amien yang mengandalkan media cetak yang berjarak, jadi cepat kering dan basi.

Keduanya cerdik memainkan polemik, namun beda dalam menyelesaikan. Zaman dan teknologi yang berbeda. Dan ini dimanfaatkan Zon dengan baik.

Dua mentor politikus papan atas membuat Zon melaju dengan bebas. Caci maki itu bukan soal bagi politikus. Setnov dan Amien menjadikan Zon dengan segala trik dan intriknya  bisa lolos lagi, dan potensial tetap menjadi pimpinan dewan.

Jokowi. Ini pribadi kebalikan dari Zon memang. Tipikal pekerja, dan sedikit bicara namun selalu berdampak. Publik bisa belajar mau jadi politikus seperti apa, Zon atau Jokowi.

Kekuatan emosi dan fisik harus prima menjadi politikus ala Jokowi. Ia selalu bekerja, berputar, dan tentu tidak akan diabaikan berpikir. Menghadapi serangan demi serangan, jika ia salah perhitungan akan kalah telak dan terjungkal.

Diam namun bekerja dan tentunya berhitung. Kecerdikan dalam memetakan dan kalkulasi politik sering orang jadi terbengong-bengong. 

Jawaban telak pernyataan Zon soal ibukota dan mobil esemka langsung membuatnya fakta yang berbicara. Laku ini tidak mudah, sangat gampang konpres, namun itu lemah.

Sama juga dengan road show SBY beberapa tahun lampau, hanya dijawab dengan datang pada pusat kemaluan SBY. Dan SBY-pun balik kanan dan tidak lanjut dengan serangan dari seluruh Jawa dengan Toue de Java-nya. Efektif membalas serangan, ini tidak banyak politisi mampu lakukan.

Memanfaatkan apa yang kata orang kelemahan menjadi kekuatan. Lagi-lagi ini pelajaran berharga. Politikus itu kepentingan yang ada, bukan kawan atau lawan yang abadi. Pilihan-pilihan sulit dan kadang akan membuat dia gagal malah diambil dan membuatnya makin cemerlang.

Jarang politikus bangsa ini berani bersikap demikian. Cenderung bermain aman dan malah tidak berani bersikap. Aman pokoknya jalan dan jadi. Mau jadi apa bukan menjadi pertimbangan.

Berani mengambil risiko. Hasil besar biasanya juga risiko besar. Dan itu Jokowi banget. Lihat bagaimana ia berkelahi dengan banyak pihak. Namun tetap perhitungan dan kembali sal kalkulasi. 

Bandingkan dengan Ahok yang hantam kromo, semua dihantam dan dia terjerembab. Risiko diambil dengan taktis, bukan dengan frontal. Kawan bisa jadi lawan, sebaliknya lawan pun bisa jadi kawan. Ini politik, bukan matematik.

Dua contoh pelak politik yang dengan caranya memberikan warna sejarah. Mau apapun tanggapannya bukan menjadi prioritas, namun mendapatkan apa yang dicanangkan. Baik yang mana dari keduanya, bisa dilihat dan dirasakan sendiri.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun