Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Benny Wenda?

3 September 2019   09:26 Diperbarui: 3 September 2019   17:44 1791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengapa Benny Wenda?

Beberapa saat asyik dengan horor dan perhantuan. Kangen dengan politik, apalagi pagi-pagi teman malah tanya kalau horor itu kebanyakan fiksi. Padahal asli, ya biar saja toh asumsi itu bebas. Ada yang seru juga di dunia politik dan keadaan berbangsa.

Wenda menjadi tertuding kalau menjadi dalang rusuh beberapa saat ini. Apa demikian? Ya bolehlah kalau mau dinyatakan demikian. Namun beberapa indikasi berikut memberikan indikasi cukup baik untuk melihat ini lebih dalam lagi.

Nama Wenda tidak cukup familiar di dalam percaturan nasional. Artinya dia tidak cukup kuat dalam jaringan dan power untuk apapun aksinya. Memang di luar dia cukup tenar, namun toh upaya di PBB telah pernah gagal secara tragis dan awal. Ini jelas menunjukkan siapa nama yang satu ini.

Dengan kedudukannya yang tidak cukup kuat dalam jaringan nasional. Susah bagi dia untuk menggerakan aksi yang lebih lagi jika dituding menjadi dalang. Aksi lanjutan jelas sangat minim tanpa dukungan pihak lain.

Menuding ormas ilegal misalnya, akan membuat kubu mereka meradang, apalagi kelompok pemandu sorak mereka yang jauh lebih menegerikan dan militan dari pada OPM. Mereka ini sangat mengerikan kalau menggerakan massa. Tentu sudah dihitung menuding mereka sama juga membangunkan macan terluka. Bisa nekat dan ngawur.

Apalagi ada sumber dana yang besar, saling tumpang tindih dengan kepentingan masa lalu, biroktrat sakit hati, dan kelompok gagal move on, bisa sangat girang dengan adanya panggung baru. Tentu hal ini sudah diperhitungan.

Jelas narasi, tampilan sosial media, kelompok ini jelas lebih gamblang dan vulgar namun berhitung untuk membuat mereka tidak ngamuk itu juga penting. Ini politik, bukan menangkap maling ayam yang tidak memiliki kuasa untuk apapun.

Birokrat masa lalu, tamak, malas, dan enggan berubah. Termasuk elit yang kehabisan nafas karena perubahan perilaku bernegara. Mereka ini sudah terlalu biasa kerja ala kadar, namun fee masuk terus. Jangan dinilai mereka diam saja dengan perilaku ugal-ugalan presiden dalam bersikap pembersihan tata kelola negara.

Mana ada yang mau dihentikan pestanya coba. Dan mereka ini sudah merasa selangkah lagi meraih kemerdekaan yang hakiki bagi mereka. Eh direnggut paksa. Mirip dengan ormas yang dibubarkan itu, identik kemenangan di depan mata direnggut begitu saja.

Atau menuding kelompok masa lalu, jelas siapa yang sangat paham dengan pola yang sama, kekeraasan, etnis, dan model demikian. semua tahu, gamblang kog. Tapi uang mereka yang tak berseri ini bisa menjadi bencana. Menghadapi anak kolokan itu tidak dengan kekerasan juga, ketegasan pada moment yang tepat.

Jangan sampai upaya panjang mengambil dana hasil korupsi masa lalu gagal hanya karena keburu nafsu dan terpancing dalam menghadapi tantrum politik, para politikus gagal ini. pilihan jitu dan cerdik.

Politikus gagal mup on, jelas terlihat dari narasi yang dibangun.  Memaksa presiden ke Papua itu bukan gagasan brilian, tapi gagasan kamret yang tidak mendasar. Mereka hanya para petualang politik yang mau menaikan posisi tawar.

Mereka jelas sejak awal paham susah mengalahkan Jokowi dalam pertarungan fair, dan memainkan strategi buruk. Toh kalah lagi. Nah memainkan hal yang resmi dan sahih gatot, dipilihlah momentum ini dengan kolaboran banyak pihak.  Sejatinya hanya mau menang, minimal ikut, nyempil dalam kekuasaan kalau bisa.

Petualang dan preman berkedok pemuka agama dan politik. Ini cukup banyak dan masif menggelontorkan isu dan narasi. Rakyat juga paham siapa mereka, apa yang mereka buat. Jelas mereka kelaparan dengan pembangunan masif Jokowi. Mereka yang biasa jualan massa demo, jualan narasi busuk  potensial kehilangan lahan basah karena manusia Indonesia lebih baik, dan pemindahan ibukota. Jelas mereka bukan dalang, haya pion dan kroco yang mau sok eksis.

Asing. Jelas ini pihak yang jauh lebih bertanggung jawab. Namun susah juga membuktikan dan menjadikan kepentingan untuk mengusut dan menyelesaikannya. Kerja intelijen kek kentut mudah dibaui namun susah dilihat dan diselesaikan. Mereka sangat mungkin juga hanya menunggangi dan menggunakan isu dan keadaan yang awalnya sudah ada dan kebetulan terpicu  sangat mungkin tidak disengaja, pada awalnya.

Memilih Wenda membuat orang banyak menjadi merasa tidak dicurigai, keren dan PF untuk BIN, TNI, Polri yang dengan cerdik menyelesaikan masalah dengan senyap. Penangkapan pengibar bendera di depan istana tanpa gejolak. Menaikan status tersangka di Surabaya tanpa ribut, ini jelas kerja yang membuat kubu yang mau rusuh mati kutu.

Mereka maunya adalah penangkapan ketika aksi, dan narasi yang mau dikembangkan adalah pemerintah represif, dan telah kebaca semua akhirnya mati gaya. Hanya teriak-teriak di media sosial yang tidak berdampak.

Kemampuan dan jaringan Wenda tidak cukup meyakinkan bisa menggerakan demikian banyak kelompok dan kepentingan. Jauh lebih bisa diyakini ini adalah aksi-aksi tidak sengaja yang kemudian ada yang mengambil kendali dan kemungkinan keuntungan.

Kepentingan internasinal disokong elit dalam negeri, status quo, dan politikus maaf bloon namun tamak sangat memungkinkan kejadian demikian akan terulang lagi. Mentalitas tamak ini bukan soal kemiskinan, ini watak yang perlu digugah dan digebah untuk perubahan mendasar.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun