Sandiaga Uno sebagai generasi lebih kekinian ternyata terjebak permaian kuno parpol malas. Partai politik era postreformsi seharusnya mengedepankan prinsip-prinsip politik modern. Kaderisasi matang, efisiensi tata kelola, taat azas dan prinsip, dan tidak abai akan ideologi. Nyatanya semua itu nol besar.
Menyaksikan PAN dan perilakunya saat ini sebenarnya tidak jauh dari apa yang dilakukan oleh Amin Rais sebaagai "pemilik" partai. Ia gamang, awalnya partai oder, terbuka, dan menjanjikan. Ternyata ia tidak berani juga, dan lebih parah sejak kalah pilpres 2014. Jauh lebih suka memainkan isu identitas, meskipun ia bukan ketua umum, toh de facto ia "pemilik" partai. Lebih parah jelas pemilu tahun ini.
Sandi sangat pas jika ada di PAN yang sama tidak jelasnya. Bagaimana 2017 ia menjadi kader Gerindra dan maju menjadi cagub dan menang. Tidak lama bersama Prabowo nyawapres dan melepaskan diri dan wagub, dan kalah. Susah melihat konsistensi dan visi untuk  menjadikan PAN menjadi partai modern.
Masih untung PAN tidak mati sebagaimana Hanura, namun perlu perhatian besar jika masih mau melaju untuk periode-periode mendatang. Perilaku ugal-ugalan, identitas, dan main dua kaki menjadikan generasi yang sudah melek politik enggan memilih. Melirik pun ogah.
Nah ketika Sandi menjadi pemimpin PAN, susah melihat ia mau membawa ke mana dan seperti apa. lihat saja komentar dan perilakunya selama kampanye dua kali. Amburadul. Asal lucu dan tenar semata. Ide referendum pemindahan ibuokta juga selevel olok-olok omong kosong, memperlihatkan kedangkalan berpikirnya.
KKN yang merajalela namun tidak terasa di PAN, atau seolah menutup mata apa akan membaik di bawah Sandi? Jelas sangat tidak. Sandi jelas akan sangat mudah dikendalikan Amin. Friksi dan faksi PAN cukup kut juga, bagaimana kubu Amin yang model asa berbeda dengan pemerintah, ada kubu Bara Hasibuan yang bertolak  belakang dengan Amin, ada juga pragmatis ala Zulhas. Itu tidak mudah dikendalikan pemimpin sekelas Sandi.
Sandi mungkin sukses sebagai pemimpin perusahaan, namun beda, kader dan pengurus partai bukan karyawan yang bisa sangat tergantung pada bos. Kader dan pengurus bisa frontal di dalam menyikapi perbedaan, dan itu Sandi tidak cukup mampu menyikapi dengan cerdas.
Reformasi memang sudah lebih dua dasa warsa. Apa yang terjadi saat ini memang masih perlu waktu untuk mencapai kondisi ideal. Sayang bahwa reformasi hanyalah peristiwa, kondisi, keadaan, dan kejadian penumbangan kekuasaan. Belum menyentuh perubahan sikap batin, berpolitik, dan berpikir yang baru dan modern.
Pembangunan infrastruktur telah terjadi dengan masif, kini saatnya pembangunan manusia yang lebih taat azas, taat ideologi, dan juga taat hukum menjadi penting. Demokrasi bukan asal bunyi namun bertanggung jawab atas isi dan kandungan yang dinyatakan.
Parpol sebagai buh reformasi seharusnya menjadi panglima di dalam perubahan, namun nyatanya masih jauh dari harapan. Korupsi pun jagoan, nepotisme pun jawara, apalagi kolusi makin menjadi. Optimis bahwa harapan tetap perlu digelorakan, dan rakyat yang akan menjadi pelaku utama, ketika elit malah kembali ke masa lalu.
Terima kasih dan salam.