Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ijtimak Ulama 4, PKS Siap Jadi Oposisi, Puasa, dan Hero, Serta Mimikri Politik

7 Agustus 2019   09:00 Diperbarui: 7 Agustus 2019   10:31 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah apa namanya, apakah lelucon atau dagelan, apa stand up comedy, ketika  ijtimak ulama yang membuat keputusan aneh lagi, karena rekomendasinya pun entah ke mana dan apa artinya. Yang jelas maunya seolah seturut NKRI dan masih juga menggunakan Pancasila, namun ya itu, tidak jelas.

Salah satu yang getol dalam  ijtimak ulama ini adalah FPI yang keberadaannya sedang dalam gonjang-ganjing. Beberapa faktor atau keadaan yang membuat  keberadaannya serba tidak jelas. Mau diperpanjang atau izinkan dihentikan. Masalah landasan berorganisi yang harus sesuai Pancasila sangat susah untuk bisa mereka penuhi.

Kepergian  pemimpin utama mereka ke Arab dengan menggunakan alasan ibadah lebih membuat keadaan lebih tidak sederhana. Sudah kena cap menghindari masalah hukum, di Arab pun kondisi yang sama terjadi. 

Ketidakjelasan lainnya adalah ketidakmauan  menyelesaikan masalah, namun malah membuat masalh baru dengan model mengancam, menuding, dan menyalahkan pihak lain atas keberadaan mereka yang sulit dan terjepit itu.

Izin tinggal yang berpotensi denda hingga 0.5 M kemungkinan terkena proses hukum yang masih menanti di Indonesia, masih lagi menghujat dan menggugat pemerintah terus menrus makin membuat persoalan tidak lebih gampang.

Tiba-tiba ada angin sgar dari pentolan PKS yang mengatakan FPI harus didukung izin organisasinya karena dekaat dengan masyarakat. 

Entah yang dimaksud masyarakat itu yang mana, toh pimpinan MPR ini telah mendukung bahwa FPI perlu dilestarikan.  Dari sana ada alr yang jelas siapa ada di mana, dan arah politik bernegaranya ke mana. 

Toh akan dengan mudah dibantah ketika tersudut dan ketika menguntungkan akan diklaim. Sangat mudah diterka ke mana permainan mereka.

Presiden PKS lain lagi pernyataannya. Ini berkaitan dengan hasil pilpres dan pemilu. Ia mengatakan partainya siap menjadi oposisi meskipun sendirian. Patut mendapat perhatian untuk mencermati pernyataannya.

Siap menjadi oposisi meskipun sendirian. Ini jelas karena nampaknya hanya PKS yang tidak diajak oleh kubu Jokowi sama sekali. Gerindra sebagai loko koalisi AM bahkan jelas-jelas ada pertemuan yang sangat fenomenal. PAN dan Demokrat jelas ada upaya cukup masif untuk merapat, bahkan jauh-jauh hari.

Cukup tahu diri dengan peta yang ada, mereka tidak ngoyo bahkan mengatakan menolak tawaran Gerindra, iyalah wong gerbongnya bukan milik mereka kog. Cukup aneh memang.

Biasa di luar dan berpuasa. Dua poin yang layak disatukan saja, mana PKS biasa di luar, wong baru satu periode juga, dan pernah mau merapat pada 2015, ketika usai pemilihan dan Shohibul Imam yang jadi presiden. Biasanya di mana coba? Selama kabinet SBY mereka selalu di dalam namun perilakunya memang liar eh luar.

Berpuasa. Ini cukup menarik, maksudnya puasa kekuasaan, atau puasa dalam arti mendapatkan asupan gizi, jika demikian benar kementrian dan BUMN adalah sapi perahan dan ATM bagi partai politik. Ini bawah sadar atau memang wujud kejujuran PKS.

Jadi ingat bagaimana dewan dan kementrian periode lampau kedua pimpinannya masuk bui semua. Karena memang lahan basah, bahkan bnajir uang dan korupsi, kedua belah pihak kena KPK semua. Kemungkinan arti puasa ini kog mendapatkan dasar dan alasan yang cukup logis juga.

Tujuan dari puasa dan memilih oposisi adalah agar menjadi hero.  Cukup menarik, apakah hero yang mereka maksud itu, ketika rekam jejaknya jauh dari hal demikian. 

Kecuali bagi partai dan  kepentingan mereka sendiri. Kebersamaan mereka dengan Demokrat jelas membawa gambaran bagaimana pola kinerja mereka. Bukan kebersamaan di dalam pembangunan namun bersama di dalam mengeruk kekayaan bangsa dan negara ini.

Hero sebagai pengawas seperti apa? Toh kemarin kinerja mereka juga nol besar kog. Ontran-ontran mereka di dalam jauh lebih menguras energi dari pada memperbaiki negeri agar lebih baik lagi. Susah melihat mereka menjadi hero bagi bangsa dan negara, kalau demi pribadi, kelompok, dan aliran ya jelas.

Abai etik, mimikri politik, bagaimana mereka bisa dengan mudah menyesuaikan mengenai ideologi. Ideologi itu jelas hal mendasar, fondasi, dan landasan hidup berorganisasi, apalagi partai politik. Namun mereka mampu menjadikan ideologi sebagai sebuah permainan dan menyesuaikan keadaan. Mimikri politik jelas menjadi gaya berpolitik mereka. Benar bahwa politik itu cair, namun bukan dalam hal ideologi juga.

Susah melihat demokrasi yang sehat, ketika mereka menjadikan ideologi sebagai sebuah pertaruhan dengan gampangnya menyematkan ide mereka dan ide landasan berbangsa, seperti NKRI bersyariah berdasar Pancasila.  Gagasan seolah-olah bagus, keren, dan benar. Namun apakah benar demikian? Ketika kedua model itu tidak bisa menyatu karena memang berbeda landasan?

Demokrasi sehat hanya mungkin dan bisa kala dibangun dengan organ-organ yang sehat pula. Sehat berarti tidak mendua, tidak munafik, dan satunya kata dan perbuatan.

 Bangsa ini bangsa besar kog, menjadi kerdil hanya karena para pembangunnya berlaku dan memainkan kaki seribu dalam banyak segi perihidup berbangsa dan bernegara.

Ini masalah yang perlu disadari dulu karena sudah demikian akut, maling pun merasa sebagai rezeki, memfitnah diklaim sebagai membela agama. 

Apa iya anak cucu disuguhi dagelan dengan mengaku demokrasi yang sekaligus menilai demokrasi sebagai kesesatan. Stop munafik jika mengaku beragama.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun