Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pindah Ibu Kota, Gaji Fresh Graduate, dan Penolakan DPD Terpilih Jakarta

27 Juli 2019   14:32 Diperbarui: 29 Juli 2019   08:57 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cukup menarik apa yang sedang terjadi. Ada tiga  fakta yang menghebohkan jagad maya, di mana ada seorang lulusan universitas dari ibukota mmatok gaji tinggi. Padahal masih banyak gaji yang tidak seperti yang dipikirkan si lulusan universitas dari ibukota. Ada gengsi dan seolah fasilitas tertentu dari lulusan pusat negara.

Masih dalam kurun waktu yang sama, wacana pemindahan ibukota makin matang dan kencang. Gagasan kota yang ramah lingkungan, modern, dan benar-benar terencana dengan baik akan dibangun sesegera mungkin di Kalimantan. Pusat pemerintahan, perkantoran, hunian untuk ASN, militer, polisi, dan juga ada industri penunjang, namun tidak abai akan keselamatan lingkungan.

Semua kawasan sudah direncanakan sejak awal sehingga mana menjadi hunian, mana kantor, di mana lalu lintas dan ruang terbuka hijau, dan antisipasi hunian kumuh yang menjadi penyakit Jakarta sebisa mungkin tidak ada lagi.

Sisi keamanan kota modern sudah dirancang dengan baik, semua kawasan sudah tercover oleh cctv, kota moder namun juga mengingat keberadaan dan asalnya dari alam. Akrab, ramah, dan bagian utuh atas lingkungan dan alam. Hal yang menjadi penyakit di Jakarta sudah diantipasi terlebih dahulu.

Masih dalam lingku waktu yang berdekatan, DPD atau senator terpilih dari Jakarta menyatakan, menolak pemindahan ibukota karena membutuhkan beaya yang sangat tinggi. Sangat bisa dipahami, karena tidak lagi memiliki hak istimewa, malah menjadi senator mantan aerah khusus, nyesek bukan?

Pemindahan ibukota sebuah keharusan, mengapa?

Persoalan tata ruang kota sudah kacau balau karena asal-asalan sejak awal. Pusat pemerintahan yang perlu keamanan khusus dan tingkat tinggi pun bisa diberikan izin dan akses untuk bisnis. Bayangkan saja jika tempat bisnis itu dimiliki donatur teroris atau pemberontak misalnya, hayo apa yang akan terjadi. Padahal namanya pusat pemerintahan tingkat keamanan adalah istimewa, dan bagi pelaku bisnis, asal uang dan tawaran menarik, melepaskan begitu saja sangat  mungkin.

Konflik kepentingan demikian ada di Jakarta dan itu sangat tidak mudah untuk diatasi dengan baik dan seideal mungkin. Sudah salah kaprah dan campur aduk tidak karuan. Jauh lebih baik menyingkir dan ditata ulang dari awal.

Penyakit masyarakat dari akar rumput sampai paling elit ada semua. Kawasan kumuh yang tidak bisa-bisa diselesaikan karena enggannya pimpinan daerah untuk bekerja keras cukup memalukan sebagai gerbang negara. Sebaliknya kawasan super elit pun  ada di sana. Nah model demikian menjadi wajah ibukota yang sangat kontras, tentu tidak elok.

Ledekan film kuno oleh Ateng dan kawan-kawan cocok dan pas, Ibu Tiru Tidak Sekejam Ibukota, bagaimana ibukota menjadi gula yang sangat menggiurkan namun juga sangat kejam bagi yang tidak memiliki akses, kesempatan, bekal, dan langkah jalan hidup yang sesuai. Betapa banyaknya penyakit sosial ada  di sana, dari copet hingga koruptor tumplek blek semua di Jakarta.  Mengapa demikian? karena semua hal ada di Jakarta.

Jakarta adalah simbol kemajuan, semua hal, peradaban, budaya, gaya hidup, dan seolah itu menjadi tujuan semua orang. Salah satunya ditampilkan oleh permintaan sarjana baru lulus dengan standar gaji yang bagi kawasan pinggirkan jauh sangat tinggi. Kapan daerah lain bisa "belagu" begitu?  Stadart Jakarta, Jakarta punya level yang berbeda.

Apakah ini barang baru? Tidak juga, lihat gaya mereka kalau menyebut Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai Jawa, dan mereka abai toh dalam satu pulau yang bernama Pulau Jawa, memang ada selat atau laut yang membuat Jakarta sebagai daerah khusus lepas dari satu kesatuan Pulau Jawa?

Jakarta sudah terlalu berat menyangga banyak hal, sehingga alternatif memindahkan daerah khusus ibukota tersebut menjadi menemukan titik temu yang bagus dan penting. Mengapa demikian?

Anggaran belanja khusus Jakarta itu sangat tinggi, kalau DPD mengatakan pemindahan ibukota sangat mahal, toh Jakarta juga sangat mahal namun langkah gerak ke depannya stagnan. Macet yang puluhan tahun tidak pernah mau mengurai. Hanya berpikir yang muter-muter tanpa ada penemuan jitu dan lama tidak ada lagi pembicaraan itu. Boros yang tidak jelas dari pada membangun daerah khusus ibukota yang baru.

Banjir juga penyakit yang sama. Pembuatan kanal sejak awal akan membantu, perencanaan tata kota lebih mudah daerah baru dari pada daerah yang sudah jadi ditingkahi kekacauan penataan lagi. Hal yang jauh lebih murah dengan sekali perencanaan dan pembuatan yang baik dari pada meribetkan yang sudah ada, dan tidak mau berubah dna bebenah.

Mentalitas orang Jakarta yang sudah merasa lebih dari semua orang, tentu ini subyektif dan asumsi, namun dari dua contoh itu kog makin menguatkan memindahkan ibukota menjadi pilihan tepat dan sesegera mungkin.

Mengubah sikap mental jauh lebih sulit dari pada sekadar memindahkan kota ke daerah baru.   Perilaku dan gaya hidup  yang cenderung arogan, merasa lebih, dan merasa paling perlu diperbaiki. Kesadaran ini bisa menjadi pembelajaran bahwa daerah baru jangan memiliki sikap yang sama.

Pemerataan pelayanan dan pembangunan sangat mungkin. Jawa sebagai pusat dan Jakarta adalah segala-galanya sudah berlangsung berabad-abad, sejak era penjajahan hingga Orde Baru membuat Jawa menjulang tinggi, daerah lain masih ala kadar.

Jauh lebih penting adalah keberanian memilih memindahkan dengan segala risiko dari pada membongkar Jakarta dengan seluruh hiruk pikuknya, namun enggan bebenah dan berubah. Mental yang perlu perbaikan hingga kotanya pun akan ikut.

Kepemimpinan yang buruk menambah daftar bahwa Jakarta layak untuk dtinggalkan, dan terkenang sebagai mantan daerah khusus ibukota. Perencanaan matang dan menyeluruh belajar dari Batavia tentu menjadi modal bagus sebagai negara modern yang sesungguhnya.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun