Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Anies hingga Gubernur Ini Gambaran Gatot-nya Parpol dan Lubang Otda

17 Juli 2019   09:03 Diperbarui: 17 Juli 2019   11:37 2069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anies Hingga Gubernur ini Gambaran Gatotnya Parpol dan Lubang Otonomi Daerah

Beberapa kasus dan fakta yang sebenarnya memalukan dan miris jika dipikir dengan jernih. Bangsa ini sudah merdeka puluhan tahun, hampir abad, namun bernegara saja masih memilukan. Salah satu poin krusial juga usai merasakan tekanan besar dan kemudian menjadi eforia yang berlebihan, hampir abad perlu disadari dan dibenahi.

Fakta pertama.

Gubernur Kalimantan Timur tidak mau melantik sekretaris daerah. Surat dari kemendagri tidak digubris, yang akhirnya dilantik oleh mendagri. Nah apakah ini nanti tidak menjadi masalah ketika mereka bekerja, yakin bisa menjadikan pemerintahan berjalan baik dan lancar sebagaimana mestinya.

Ini masalah karena kredibilitas presiden direndahkan. SK sudah diteken, artinya mereka juga harus melaksanakan tahapan selanjutnya. Jika memang tidak sesuai dengan kemauannya, mengapa di ajukan ke pemerintah pusat. Persoalan buah dari raja-raja kecil daerah.

Fakta kedua,

Seorang menteri berpolemik dengan kepala daerah. Kepala daerah menjawab dengan tidak memberikan fasilitas umum untuk kawasan di mana kantor kementrian itu berada. Apakah ini layak dan patut?

Lucu dan aneh, toh di sekitar kantor pasti ada perumahan penduduk, warga dari daerah itu. Apa iya hanya karena bermasalah dengan seorang menteri, mengorbankan warganya sendiri? Hal yang tidak bisa diterima nalar.

Fakta ketiga,

Seorang kepada daerah, demi memberikan kenyamanan warganya saat terjebak macet hendak memberikan musik sebagai hiburan. Bagus idenya, gagasannya, namun itu bukan menyelesaikan masalah, hanya mengurangi masalah. Persoalan itu harus diurai bukan dikurangi saja. Apalagi jika menguranginya tidak cukup berdampak atas masalah sebenarnya.

Melihat akar masalah ternyata masih menjadi bagian kegagapan banyak pimpinan, termasuk pimpinan daerah. Persoalan kan macet, bukan stres, stres itu akibat karena terjebak macet. Boleh bahwa akibat itu diselesaikan, namun jauh lebih tepat ya menyelesaikan pusat atau akar persoalan.

Fakta keempat

Nah ini malah pemerintah Jakarta, barometer hidup berbangsa dalam segala hal. Beberapa hal yang patut dilihat sebagai sebuat fakta.

Satu, udara jakarta termasuk buruk. Membeli alat yang lebih baik, sehingga akurasinya lebih tepat. Tidak heran banyak meme, ledekan kalau anak panas bukan dibawa ke dokter atau beli obat, namun beli termometer. Boleh lah jika memang fokusnya anggaran dan pengadaan barang dan jasa.

Dua, kali berbau dan berwarna hitam. Penyelesaian ditutupi jaring. Masalah di bawah jaring tetap saja bau dan hitam, tidak ada perubahan. Apakah itu memang demikian? Toh pernah ada yang bisa mengurangi paling tidak.

Tiga, banjir yang memang masih masalah krusial, bukan membenahi keadaan, namun menuding pembangunan tempat lain sebagai penyebab. Beberapa kali mencari kambing hitam dan dalih atas ketidak mampuan. Cukup tiga saja sebagai fakta, yang lain toh bisa dicari sendiri.

Beberapa fakta di atas hendak memberikan gambaran bahwa dalam bernegara dan pemerintahan, ternyata banyak hal yang masih perlu dibenahi. Pemahaman otonomi daerah, merasa menjadi raja kecil sehingga bisa seenaknya, pemikiran dan pilihan atau kebijakan yang masih cenderung tidak penting dan mendasar. Beberapa catatan dari penyebab itu adalah.

Satu, kinerja parpol yang seolah menjadi segala-galanya menjadi penyebab cukup besar. Kecenderungan uang yang berbicara untuk rekomendasi lebih kuat. Prestasi, rekam jejak, dan kemampuan individu bisa tereliminir oleh kekuatan uang.

Dua, parpol juga gagal mendidik pemilih untuk bisa memilih cerdas, ikut arus parpol dan asal tenar, mau cemar ataupun cerdas tidak menjadi pertimbangan. Ini peran parpol jangan mencari kambing hitam.

Tiga, pendidikan, suka atau tidak, pendidikan berperan penting dalam ranah berpikir dan bertindak cerdas. Ternyata selama ini tidak ada hal itu yang tercermin dari perilaku elit daerah dan negeri.

Empat, agama. Ranah spritual masih berkisar pada aktifitas dan hafalan, jauh dari makna dan tindakan atau buah roh. Semua beragama, semua beriman, namun berhenti pada label atau kemasan semata. Sikap tanggung jawab, malu, dan konsisten ternyata masih jauh dari harapan. Ini ranah agama atau spiritualitas.

Lima, pemahaman bernegara yang masih kaca, atau memang dibuat kacau? Hal ini jelas menjadi penting dan masalah mendasar, karena jelas UUD menyebutkan, namun toh banyak yang merasa sudah menjadi "raja" dan menguasai daerah itu seolah-olah milik.

Apa yang mendesak dilakukan dengan itu semua?

Pemerintah, antara pemerintah pusat dan daerah membuat sosialisasi yang terus menerus keberadaan NKRI dan keberadaan atau hubungan pemerintah pusat dan daerah. Hal yang sebenarnya sederhana, jelas, dan gamblang menjadi ribet karena banyak yang memang sengaja memperkeruh suasana.

Salah satu ekses dari demokrasi dan pemilu adalah siapapun bisa menjadi kepala daerah dan kepala negara, baik yang berprestasi atau yang tidak. Namun bisa juga membawa yang tidak dikenal awalnya namun berpotensi untuk mengubah keadaan. Dan itu yang perlu dikembangkan, adanya pemimpin potensial yang terjaring oleh jaring demokrasi.

Ini yang perlu dikembangkan, memberikan kesempatan kepada pribadi-pribadi luar biasa untuk bisa melakukan lebih baik dan lebih baik lagi. Memang taraf kita masih dasar, jadi apa yang terjadi memang perlu dijalani dan dilampaui dulu.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun