Kala Oposisi-pun Tergantung Jokowi, Pilih Gerindra atau Demokrat?
Cukup menarik usai pertemuan dengan Prabowo di stasiun MRT dan kemudian nyate bareng, dinamika politik berubah banyak. Amien Rais sebagai gerbong di dalam gerbong Prabowo mengatakan entah tba-tibba nyelonong. Artinya ada sesuatu yang bahkan kelas Amien  Rais tidak tahu.
Demokrat yang sejak lama sudah menebarkan rayuan mautnya, menyatakan usai dengan Adil Makmur usai pencoblosan, dan aneka bentuk PDKT politik. Kedatangan ke rumah Megawati saat lebaran pun tentu bukan tanpa alasan politis. Pelaku politik sudah lepas dari semua kepentingan.
Memang Demokrat tidak menjadi penghalang, atau pun menghalang-halangi dengan berbagai pernyataan dan tindakan. Mereka memang hanya fokus merapat pada pemerintahan. Dan itu sah-sah saja, soal partai yang mengusung setuju itu urusan lain.
PAN sebagaimana dinyatakan Amien  Rais, sebaiknya di luar, karena tidak sehat jika semua di pemerintahan. Toh semua masih ingat kecuali Amien kalau mereka kemarin lompat duluan. Tidak menjadi pertimbangan kalau PAN dengan model dua matahari ini, paling-paling jatah kursinya yang keburu habis.
Gerindra.
Jauh lebih rasional, nasionalisme masih bisa dipegang, pernah bekerja sama dengan apik dan elegan. Ini penting sehingga memisahkan pengikut yang ada di gerbong mereka selama ini toh sudah terbaca dengan gamblang dan terbuka.
Pertemuan kemarin semakin menguak tabir siapa saja yang sejatinya anti-NKRI, bukan pendukung Prabowo pun jelas bukan pengusung Jokowi. Bagaimana narasi yang menggugat Prabowo karena dinilai sebagai penghianat, ada yang mengaku juga bahwa mereka hanya tidak mendukung Jokowi, maka bersama Prabowo.
Sebenarnya hal yang menegaskan saja, toh kemarin, ketika Prabowo menyatakan dan melakukan gugatan ke MK dan bukannya membesarkan kisruh jalanan, sudah ada yang membuka topengnya, siapa mereka dan ada agenda apa.
Beberapa pihak memang kecewa karena dukungannya kepada Prabowo seolah diabaikan dan dengan mudahnya menerima kenyataan. Ini hanya sampai menunggu waktu toh akan sadar dan melupakan, hidup terus berjalan, dan itu sebagian besar pemilih dan pendukung demikian.
Sedikit namun nyaring adalah kelompok yang memiliki indikasi mau mengubah negara kesatuan Republik Indonesia. Gerak langkahnya jelas terbaca, siapa saja mereka juga jelas dan gamblang, dan reaksi mereka yang meledak-ledak dan sangat keras dan kasar jelas agendanya.
Gerindra yang sudah sekian lama bersama tentu paham mereka. Mereka dengan gamblang bisa diatasi dan diselesaikan dengan pengasingan mereka. Mereka merasa besar dan merasa hanya menunggu waktu, sayang ada Jokowi yang menjadi penghambat besar. Pemerintah yang berani menghentikan laju demikian cepat gerakan ini menguasai semua lini bernegara.
Mengapa bukan Demokrat?
Demokrat telah sepuluh tahun memerintah dan malah membawa gerbong ini di tengah-tengah mereka. Suka ria mereka merongrong dan seolah mendapatkan angin segar. Apa model demikian yang akan juga memberikan kesempatan lagi untuk menjadi kendaraan yang nyaman, aman, dan menyenangkan?
Mereka marah karena terusik, apa yang sudah di depan mata dan tinggal meraih itu hancur berantakan. Dalangnya siapa? Jelas musuhnya adalah penghalang itu. Demokrat dan SBY tu tunggangan paling menjanjikan. Semua bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Memelihara anak macan, Megawat sebagai ketua umum partai pemenang memang menyatakan bahwa kabinet itu tanggung jawab dan urusan Jokowi, namun tentu ikut berperan dan mestinya pernah merasakan hantaman kekalahan itu tidak mudah diabaikan.
Bersama dengan Gerindra toh baik-baik saja, memang dalam kampanye dan pemilu banyak pernyataan keras dan kadang ngawur toh itu konsekuensi berdemokrasi dan berkompetisi, bukan lebih jauh. Dan jauh lebih realistis meninggalkan Demokrat.
Memberikan panggung pada anak macan, sejak lama AHY adalah capres, dan itu tentu menjadi pertimbangan untuk 2024. Semua partai politik sudah berancang-ancang pada 2024. Susah partai-partai yang memiliki kader terbaik mau rela hati memberikan jalan tol dan karpet merah itu.
Hanya perlu berhatian, kader Gerindra yang bisa diambil jangan rem bobrok ala Zon dan kawan-kawan yang menarasikan apapun kerja pemerintah buruk. Khawatirnya mereka lupa sudah ada dalam pemerintahan namun malah mengumbar kalimat buruk. Bisa jadi bumerang dan merusak ritme pemerintah yang melaju kencang ke depan ini.
Toh masih banyak tokoh Gerindra yang tidak terkontaminasi. Ada Muzani, ada Desmond, mereka di luar pemerintahan kemarin toh tidak asal dan waton sulaya. Melihat dengan baik dan jernih persoalan berbangsa. Ada pula tokoh di balik layar yang selama ini tidak banyak ulah untuk menjelek-jelekan bangsa sendiri. Ini penting.
Kerja ke depan itu menjamin nasionalisme, republikan, dan negara kesatuan sebagai panglima. Yang di luar itu patut dijadikan perhatian, toh satu demi satu sudah membuka jati diri mereka dengan penuh emosional karena terpaksa kandas angan-angan indah di depan muka itu. Saatnya  membangun dengan berdasarkan Pancasila.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H