Lagi-lagi ada maaf bualan yang sama dengan poin atas. Susah dimengerti bagaimana hal ini bisa diyakini oleh para audien dengan gegap gempita demikian, kasihan para pengikutnya, bukan eks- pastornya yang menjadi keprihatinannya.
Dilantik, istilah yang sama sekali tidak lazim bagi imamat, pelantikan itu hanya pada lektor, pembacaan Kitab Suci, dan pelayanan altar, itu kelas tiga atau empat seminari tinggi. Jika maksudnya karya pelantikan, jelas ngibul dengan peristilahan tersebut.
Kelucuan berikutnya, sekembalinya dari Vatikan tugas belajar master, akan kembali menjadi guru seminari, pastor paroki, atau di keuskupan, tidak juga dosen, karena biasanya dosen itu lulusan doktoral. Ini malah lucu, melamar ke TVRI.
TVRI, Â ke mana logikanya, belajar teologi Katolik namun melamar ke TVRI. Mengapa melamar kerja jika pekerjaan di keuskupan saja kekurangan tenaga? Aneh yang tidak diperhatikan para pendengarnya.
Maaf, mulai kelihatan wataknya ketika menjelek-jelekan kekatolikan dan alasannya pidah. Pertama soal enaknya menjadi pastor dengan perpuluhan. Ia nyatakan Mateus. 16 berbicara perpuluhan, Â dan itu tidak ada sama sekali dalam Kitab Mateus itu berbicara mengenai perpuluhan. Â Kutipan KS mengada-ada.
Kedua, Gereja katolik juga tidak mengenal dengan kaku perpuluhan bagi  persembahan umat kepada Gereja. Jadi kacau soal perpuluhan. Sepertinya bukan Gereja Katolik  yang menekankan hal demikian.
Pendeta, ia berkali-kali menyebut pendeta, kog Katolik, Vatikan lagi. Jika berbicara Gereja Katolik dan Vatikan, itu pastor, imam, rama, pater, bukan pendeta. Entah apa yang dimaksud dengan kekacauan penyebutan ini, jadi makin tidak yakin pernah menjadi orang Katolik atau Kristen sekalipun.
Berbicara soal enak lagi, ia mengatakan enam bulan sudah mendapatkan pajero misalnya. Karena laporan  sampai dewan gereja Indonesia, hingga Vatikan dan dapat mobil itu. Ini lagi-lagi keanehan, karena dewan gereja tidak ada, jika berbicara Vatikan berarti KWI, jika Kristen seharusnya PGI dan itu tidak ada kaitan dengan Vatikan.
Ambil gobloknya KWI karena ia mengaitkan dengan Vatikan, toh Vatikan tidak pernah mengurus mobil itu ecek-ecek. Jika benar ia benar pastor ia akan tahu bahwa Keuskupan, setingkat provinsi gerejani itu saja bisa, bahkan banyak paroki, setingkat kabupaten-kota, bahkan kecamatan mampu kog.
Hukum gereja malah mengatur, terutama Keuskupan Semarang itu sekelas kijang, ya level avansa, bukan pajero, jadi jelas ia tidak tahu sama sekali tentu gereja dan kebiasaan-kebiasaannya. Maunya membesar-besarkan hidup mewah namun tidak tepat.
Apa yang hendak saya sampaikan adalah, janganlah ketika berganti baju itu menjelek-jelekan dengan berlebihan. Kali ini juga dengan Dedy beralih agama. Itu haknya kog, tidak ada orang Katolik yang sewot.