Bangun Samudra Lulusan Seminari Akselaris, antara Logika dan Kebohongan
Hati-hati, membaca, sehingga tidak malah menjadi salah tafsir, merasa tidak rela ada bagian Gereja yang menjadi penganut agama lain, namun kebenaran di mana ia memilih agama, bukan iman yang lain. Beda agama dan iman.
Agama masih bisa memisahkan dengan menjelekan yang ditinggalkan atau berpindah keyakinan, jika iman itu kaitannya dengan Ketuhanan dan kesatuan umat manusia, bisa saja agama berbeda.Â
Jadi ingat almarhum Gus Dur menyebut almarhum  Rama Mangun itu seiman berbeda agama, namun dengan seorang tokoh masyarakat itu seagama namun tidak seiman.
Tadi sore mendapatkan kiriman teman film soal adanya Ustad Samudra bekas pastur yang sangat pintar, sekali lagi ini bukan soal bekas pastor atau apa, namun bagaimana kebenaran itu ada di sana, banyak hal yang harus diketahui K-ners dan juga pembaca, bahwa ada kebohongan yang sama sekali tidak benar untuk diluruskan.
Entah apa maksudnya berbuat demikian, namun toh ini benar-benar serius, karena audiens itu demikian terkesima. Â Yang jelas pendidikan seminari itu ada standarisasi bahkan hingga Vatikan, di mana setingkat sekolah menengah itu empat tahun, masa awali satu atau dua tahun, seminari tinggi itu empat tahun plus masa tugas orientasi satu, dua atau tiga tahun, dan kemudian teologi dua tahun, dan kemudian masa diakonat setengah tahun hingga setahun.
Itu normatifnya, jauh lebih lama bisa, kalau cepat nampaknya belum ada. Akselerasi tidak dikenal di seminari manapun juga, sependek pengetahuan saya, karena entah karena Samudera jadi  berbeda. Beberapa hal yang layak dilihat adalah sebagai berikut:
Ia mengatakan SD, SMP, dan SMA di sekolah Katolik di Surabaya, kemudian masuk seminari menengah yang biasa disebut KPA Kelas Persiapan Atas, di mana lulusan SMA ada seperti matrikulasi, kalau Blitar, itu dua tahun. Akselerasi, gak mungkin menjadi satu tahun. Ini berbahaya, karena seolah ia orang sangat luar biasa dan pintar dan menjadi penganut agama lain. Alasan itu biar dia sendiri yang mempertaanggungjawabkan, namun pembelajaran untuk  pendengar perlu tahu tidak demikian adanya.
Ia mengaku karena pintar diselesaikan setahun. Mana mungkin jenjang pembinaan itu bukan soal kognisi semata namun juga kematangan emosi, psikologi, dan terutama kepribadian, dan iman yang makin mendalam bisa dipersingkat karena kepintaran intelektual.
Kelucuan berikut, tidak ada eksseminari menengah, apalagi KPA dua tahun ditaruh diumat, bahasanya, masih ke sekolah tinggi, dan ia kemudian mengaku sepuluh semester ditempuh tiga tahun.
Sistem  paket, bukan sistem SKS, susah melihat kebenaran bisa menyelesaikan lebih cepat. Jangan kaget mau IP 4 atau 2,75 selesainya juga sama. Jangan lagi-lagi kaget, IP 4 di jurusan demikian itu sangat biasa. Mana mungkin pembinaan kematangan holistik bisa diselesaikan dengan sistem akselerasi.