Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Bambang Widjojanto dan Lemahnya Koordinasi

21 Juni 2019   11:14 Diperbarui: 21 Juni 2019   11:56 2009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bambang Widjojanto di Antara Komunikasi dan Konsolidasi, serta Opini dan Wacana

Cukup menarik apa yang disajikan oleh Bambang dan tim, seolah melengkapi keadaan kedodorannya Prabowo dan kawan-kawan dalam kontestasi puncak bangsa ini. Sejak kampanye tidak ada hal esensial, baru, dan menjanjikan disajikan.

Masa yang seharusnya menjadi ajang untuk meyakinkan pemilih, minimal mempertahankan perolehan periode lalu, dan mencoba meraih simpati lebih banyak, malah diisi dengan drama dan sandiwara yang mudah sekali terkuak. 

Parahnya lagi  cenderung  mempromosikan rival dengan fokus mereka yang sering hendak menegasikan capaian, namun malah menjadikan publik enggan lagi percaya karena saking payahnya data dan argumen mereka.

Soal hutang yang dengan mudah dimentahkan dan dipatahkan bahkan data lengkap termasuk pengakuan internasional. Eh begitu masih saja diulang-ulang dengan berbagai narasi. Mahalnya harga-harga yang malah menjadi parodi dan meme, tak putus-putus.

Infrastruktur yang jelas-jelas bermanfaat, mereka pun memanfaatkan, malah dicela. Ini jelas blunder yang membuat orang kapok, dan pemilih enggan lagi memilih, ingat suara pemilih Prabowo turun  lho. Yang mereka serang malah kekuatan utama.

Padahal jauh lebih banyak sisi lain, mengenai terorisme yang tidak banyak penanganan serius, soal korupsi, soal pendidikan yang jalan di tempat, mengenai riset yang belum banyak membantu, termasuk soal pangan dan pertanian. Namun mereka memanfaatkan dengan lemahnya riset dan data, sehingga malah menjadi bulan-bulanan.

Ingat soal bawang merah di Brebes, ini jelas karena mereka enggan melakukan kerja keras mengolah isu itu. Jadinya malah serangan untuk mereka sendiri. Atau karena mereka terlibat di dalam sana selama ini. 

Mafia berkaitan dengan sembako  belum tersentuh dengan baik. Pun pendidikan yang kacau balau, mereka sama sekali tidak membahasnya. Atau karena tidak tahu.

Kali ini, upaya terkahir, malah melahirkan dagelan dan sandiwara baru. Sejak sebelum persidangan, Bambang sebagai pemimpin terdepan menelorkan istilah majelis kalkulator, menjadi bumerang baru, bukan simpati publik dan para majelis yang mulia tentunya. Maunya memberikan tekanan bahwa MK harus terhormat, namun salah dan menjadikan antipati bertambah.

Pengantar yang riuh rendah dengan kutipan keagamaan makin mengukuhkaan dugaan siapa yang bermain di sana. Publik makin enggan memberikan simpati. Berbeda jika itu delapan atau sembilan tahun lalu. Kini posisi politik identitas agama itu makin pudar dan berganti. Namun masih dipaksakan lagi untuk dipakai.

Masa sebelum sidang, penolakan, dan kritik tajam, termasuk dari luar negeri, berkaitan dengan mengambil dengan seenaknya sendiri, separo data dan memberikan narasi atau opini atas penelitian pihak lain. Mirisnya  itu dikaitkan dengan kepentingan pilpres, padahal sejak jauh hari sebelum pemilu apa yang dilakukan penelitiannya.

Sejak persidangan, apa yang disajikan hanya mempertegas upaya ini semata menunda saja hasil akhir. Mengapa?

Lemahnya koordinasi. Beberapa hal bisa dilihat, bagaimana bukti yang seharusnya sudah siap namun belum ada. Contoh 12 truk yang katanya tidak bisa masuk. Padahal jelas-jelas itu keteledoran semata. Kalau kelelahan memangnya tidak ada orang lain lagi apa? Lemah dalil soal kelelahan ini.

Pun ketika ada bukti yang dipertanyakan hakim, mereka bingung ada di mana. Ada yang mengatakan sedang dipersiapkan. Lucu, seperti anak semester satu melakukan presentasi paper saja. 

Hal ini pun berulang, ketika ada saksi ternyata membawa bukti yang tidak ada dalam daftar yang diserahkan. Lagi-lagi ini level pimpinan KPK, doktor hukum, pengacara kaliber nasional, namun lemah hanya soal adminsitrasi.

Ada pula pengakuan saksi dari mereka kalau telah menyerahkan bukti video, tetapi pengacara tidak tahu mana buktikan, kepada siapa diserahkan, dan itu saja mereka tahu ketika sidang. Apa yang mereka lakukan selama ini?

Koordinasi juga sangat buruk sehingga sampai ketua tim tidak hadir dalam sidang dengan alasan sedang mempersiapkan hal lain di luar sidang. Kan aneh dan lucu, sekelas ketua harus menyiapkan hal di luar sidang. Normalnya adalah anak buah yang mempersiapkan itu dan pimpinannya ikut di dalam persidangan.

Persiapan yang buruk. Terlihat dari para saksi yang malah menjadi bulan-bulanan hakim dan juga warga net karena kelucuan mereka. Dua hal yang sangat buruk dan fatal, ada saksi adalah terdakwa dan tahanan kota yang bisa ada di sana. 

Kedua, Denny Indrayana yang pernah "melamar" menjadi penasihat hukum kubu lain yang menjadi rival dalam sengketa. Aneh dan lucu ketika ditolak dan menyeberang, unsur profesionalisme dan obyektivitasnya susah bisa diyakini.

Saksi-saksi yang hadir malah memperlemah keadaan yang sedang diperjuangkan. Mengenai DPT yang jelas tidak bisa dipertanggungjawabkan, pun soal kecurangan yang sangat mudah dimentahkan dan dipatahkan. Jelas ini persiapan yang sangat buruk.

Teguran sampai dua kali bagi Bambang, bahkan sempat pernah mau diusir ini jelas soal persiapan yang buruk. Benar membela saksinya ada tugasnya, namun tentu tidak patut melupakan ranah etika. Apalagi ketika sidang harus berdiri dan berdiskusi di antara tanya jawab hakim dan saksi. Koordinasi yang mentah dipertontonkan karena tidak seriusnya persiapan.

Persidangan ini mahal, menguras energi banyak pihak, pembangunan bisa juga berhenti, apalagi jika benar kesaksian itu bohong, fitnah, bukti pun bisa dinyatakan sebagai bukti rekayasa, layak dituntut pertanggungjawaban di depan umum. Jika tidak menjadi preseden buruk untuk hidup bersama ke depannya.

Kebiasaan berdusta ketika ketahuan mengaku akun dibajak, jika menggunakan media sosial, mengaku khilaf dan meminta maaf dan tidak diselesaikan dengan konsekuensi hukum menjadi fenomena gunung es yang bisa sangat berbahaya.

Pembiaran ini perlu dihentikan dengan tegas. Jadi MK nanti bukan semata menyatakan siapa presiden dan wapres terpilih namun juga memerintahkan kepada penegak hukum siapa saja yang perlu diusut telah melecehkan MK dengan segala narasi, bukti, dan beracara dengan sembrono.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun