Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kebersihan dan Gaya Hidup

19 Juni 2019   09:44 Diperbarui: 19 Juni 2019   09:47 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Minggu lalu, ketika menunggu teman, di sebuah halte angkutan, sambil baca-baca melihat seorang petugas kebersihan kota menyapu bahu jalan, dan membuang dedaunan itu ke got. Padahal tidak sampai satu meter itu ada bak sampah beton yang tidak juga penuh. Ada bukti photo. Memang tidak tega mau mebuat rekama vidio.

Hidup dan pekerjaan orang, dan itu tidak sepenuhnya salah petugas itu juga. Meskipun jika mau kerja keras sedikit saja petugas itu jauh lebih berdaya guna dan itu memang pekerjaannya.  Rata-rata model demikian, ingat tidak semua.

Ketika menimbang-nimbang mau menuliskannya ini, jadi ingat, mengapa di Taman Doa kawasan Gua Maria Kerep Ambarawa bisa demikian bersih? Menyeberang jalan, ada kawasan kuliner, parkir, dan lahan kemah, terlihat jauh berbeda. Memang tidak sekotor tempat biasanya, namun juga tidak sebersih taman itu.

Kita juga bisa membandingkan bagaimana bersihnya mall, pusat perbelanjaan kelas menengah, dan kemudian pasar tradisional. Masing-masing kondisi berbeda tingkat bersih dan para pelaku yang ada di sana. Namun apakah semua karena para pelaku yang berbeda?

Toh diberitakan dan sering terlihat kog, para pengendara mobil mewah, bus eksekutif, atau level-level atas lainnya dengan mudah dan tanpa risih membuang sampah begitu saja. Artinya bahwa orang terdidik, kaya, dan kalangan atas pun perilakunya identik.

Di kawasa Gua Maria Kerep itu pengunjung, pekerja, dan yang ada di sana sama kog, mengapa membuang di kawasan taman bisa tertib sedang di parkiran seenaknya? Jelas di sini bukan soal siapa pelakunya.

Pun penyapu di jalanan kota itu tidak berbeda dengan penyapu di Gua Maria, atau di mall, namun mengapa hasilnya berbeda? Mereka masih satu kawasan, satu budaya, satu kesamaan dalam banyak hal sejatinya. Namun hasilnya berbeda.

Kebersihan itu diciptakan bukan akan dengan sendirinya terjadi.

Jika ada daun, atau tisu, atau pembungkus permen satu saja jatuh dan disapu, orang yang melihat akan enggan, malu, dan jadi tidak akan membuang sampah dengan sembarangan. Ada pemaksaan sebelum menjadi kebiasaan, tabiat, dan budaya. Jadi jangan jemu-jemu menciptakan peluang menjadi hidup bersih, tidak akan cukup hanya tulisan yang banyak. Ada aksi, dan itu memang kerja keras.

Pendidikan dan lembaga pendidikan. Ini menjadi agen paling kuat karena di sana anak dididik bukan hanya dengan kata tapi perbuatan. Toh banyak sekolah yang abai dan begitu saja membiarkan peserta didik, bahkan gurunya membuang sampah sembarangan.

Suka atau tidak, dulu ketika lingkungan masih alami, bungkus nasi dari daun dibuang akan dimakan kambing atau sapi, atau hewan lain, tidak akan lama menjadi pemandangan buruk. Ketika budaya baru berkembang, orangnya masih bertabiat sama, jadilah masalah.

Etos kerja dan kemauan untuk ribut dengan pelaku lapangan.

Petugas penyapu jalan itu hanya segelintir pribadi yang  menjadi bagian utuh atas kebersihan. Pun yang ada di Gua Maria Kereb, mereka mendapatkan tugas yang sama, namun pasti dengan tuntutan dan tuntutan yang cukup jauh berbeda. Dan ketika melihat kebersihan pokoknya bagianku bersih, entah masuk got dan jadi masalah besar tidak peduli, jelas ini pendidikan.

Pribadi per pribadi juga bertanggung jawab. Dan kesadaran ini masih jauh dari harapan. Ini termasuk etos hidup bersama. Ada memang beberapa budaya pribadi dan kelompok yang melihat sampah berserakan itu dianggap biasa saja. Membung sampah, meninggalkan kotoran dengan begitu saja.

Kecenderungan melimpahkan tanggung jawab pada pihak lain. Termasuk ketika makan di luar, dan menebarkan bekas tisu, sisa makanan, dan seterusnya begitu saja. Merasa sudah membayar dan biar orang lain yang merapikan.  Lagi-lagi ini sikap mental yang perlu diubah.

Para pengawas tenaga kebersihan harus memiliki kepekaan lebih, sehingga bisa melihat kawasan itu bersih itu ya bersih, bukan bersih ala mereka. Misalnya contoh bagi penyapu jalan itu, benar bahwa jalanan dan bahu jalan bersih, namun gotnya? Atau yang di Gua Maria Kerep, mengapa di taman bagus, yang di parkiran tidak?

Penegakan hukum penting

Pemaksaan menjadi salah satu hal yang harus untuk mengubah kebiasaan. Singapura pun pernah mengalami itu, jangan bicara sekarang, namun dulu. Nah ketika orang membuang sampah sembarangan, perangkat hukum sudah ada kog, namun toh berlalu begitu saja. Ini soal penegakan hukum yang lemah.

Jangan campur adukan dengan HAM ketika pelanggar peraturan ini dihukum. Mereka juga membuang sampah sembarangan juga melanggar HAM kog. Jadi lebay jika pelanggaran membuang sampah dipidana itu melanggar HAM.

Pendidikan termasuk agama bukan semata konsep.

Dengungan kebersihan bagian dari iman, toh membuang bungkus permen dengan begitu saja tanpa merasa bersalah. Kalau bagian dari iman berpikir dosa lho. Pun membuang tisu ada ingusnya lagi begitu saja. Konsep tanpa aplikasi jadinya ya itu, sikap abai yang tidak berguna.

Di sekolah dan kelas-kelas, jangan hanya dipanjang tempat sampai dan tulisan jagalah kebersihan, ketika para guru, tenaga kependidikan, apalagi siswa membuang sampah begitu saja tanpa adanya peringatan apalagi mengambil dan membuang pada tempatnya.

Kehendak baik, bukan semata konsep

Perubahan memang sudah ada, namun sangat lambat, ini  perlu kerja keras, juga perlu pemaksaan, miris melihat tempat-tempat umum penuh dengan sampah, terutama plastik. Mosok pembalut baik dewasa, bayi, dan botolbotol plastik memenuhi saluran-saluran air. Dunia makin modern, perilaku juga harus mengikuti dong, bukan malah mundur.

Harapan itu ada, makin banyak kawasan bersih, perlu waktu dan kemauan. Dan itu semua bisa.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun