Jokowi, Sambutan untuk Eden Hazard, dan Pemahaman Menyeluruh
Dalam perkenalan pemain baru, biasa klub menampilkan si pemain di stadion kebanggaan, sambutan fans menjadi indikator bagaimana si pemain diterima atau biasa saja. Cukup lucu apa yang dilakukan fans Real Madrid ketika perkenalan Eden Hazard. Â Penggemar malah meneriakan nama Kylian Mbappe.
Keinginan penggemar itu wajar, di mana nama pemain muda ini memang jauh melampaui Hazard dalam banyak hal. Apalagi cukup lama Madrid di La Liga tidak berbicara. Mereka pilir Mbappe adalah solusi. Tentu petinggi klub memiliki cara pandang dan sudut pandang yang berbeda dan lebih menyeluruh.
Fans biasanya hanya terpaku pada aksi pemain, sedang petinggi klub akan melihat harga, kemampuan keuangan mereka, potensi pendapatan dari si pemain, kontribusi bagi keuangan dan juga permainan, bagaimana sinergi si pemain dengan tim yang ada, dan strategi permainan dan pelatih tentunya.
Karena itu sering pemain yang diinginkan penonton belum tentu pas dengan yang dimaui pelatih, ataupun manajemen. Karena faktor-faktor di atas. Hal yang cukup identik dengan sepak terjang Jokowi selama ini.
Paling segar dan masih diingat tentu memilih KH MA dan meninggalkan Mahfud MD yang oleh banyak pihak sangat disesalkan dengan berbagai argumen. Itu sah-sah saja sebagai penonton, penggembira, dan juga pendukung. Namun Jokowi dan  tim terutama partai politik tentu memiliki banyak faktor lain yang sangat menentukan untuk meraih simpati publik.
Politik itu bukan yang ideal, namun realistis
Pendukung banyak terhenyak ketika Jokowi mengumumkan nama KHMA, padahal pemberitaan ramai menyatakan Mahfud sudah melakukan jahit baju, legalisasi persyaratan, dan persiapan lainnya. sangat wajar kekagetan itu. itulah politik, mungkin Mahfud ideal dalam banyak segi, seperti rekam jejak normal, idealisme, popularitas, prestasi, dan sebagainya.
Namun ingat, politik juga perlu kalkulasi. Pertarungan tidak hanya soal rekam jejak dan prestasi mentereng semata, namun juga faktor rival, kondisi terkini perpolitikan, dan kondisi berbangsa. Itu semua tidak bisa dinafikan begitu saja, kecuali mau masuk jurang karena adanya faktor yang diabaikan untuk menjadi perhatian.
Realitas yang ada adalah, pemilih belum sepenuhnya mengerti, tahu, dan memahami bahwa pemimpin itu prestasi, rekam jejak, dan capaian positif. Masih ada unsur mudah terlena dengan bujuk rayu, mudah terprovokasi, dan mudah terpengaruh oleh opini.
Jelas ini bukan berbicara kalau KHMA buruk atau lebih buruk dari Mahfud MD, namun bahwa ada keunggulan lain yang dimiliki KHMA dalam arti politis dan keterpilihan. Itu jelas sah-sah saja dalam politik. Toh bukan melanggar konstitusi, dan juga tidak ada yang dirugikan dalam hal ini rival politik, pemilih, ataupun bangsa dan negara.
Keberanian dan konsistensi atas pilihan
Pelatih klub yang kalah oleh pemain, pemilik atau petinggi klub, biasanya akan kacau di dalam menerapkan skema permainan. Adanya intervensi pemain ini harus main bisa menjadi bumerang. Pun dalam politik juga demikian, jika tidak cerdik memainkan strategi.
Beberapa kali kepiawaian Jokowi memainkan strategi politiknya jitu dan membuat banyak pihak mati kutu. Memiliki banyak strategi bermain yang tidak bisa dipatahkan oleh strategi pihak lawan. Itu penting. Beberapa bisa dilihat.
Pergantian panglima TNI ini sangat krusial. Entah apa jadinya jika mengikuti skema AD, AL, AU, dan ketika saatnya AU menggantinya dengan AD, jadi AD dan AD lagi. Ketika tahun politik yang krusial AU yang memegang kendali. Bayangkan seperti apa ia yang sipil di tengah kebesaran nama AD.
Konsekuensi logis bahwa ada yang tersingkir, lagi-lagi, politik itu juga momentum. Kekecewaan yang bisa terbaca dengan gamblang sebagaimana tampilan Gatot Nurmantyo, dan beberapa purnawiran AD yang diduga melakukan aksi-aksi tidak selayaknya. Itu namanya konsekuensi politik dan ya wajar juga jika mereka kecewa.
Penguasaan tambang dan kekayaan alam yang sekian lama dalam kendali luar negeri. Ini jelas repot karena berkaitan dengan kekuatan asing yang bisa saja membuat bencana. Toh dilakukan dan bisa juga. Justru aneh dan lucu, malah yang membuat kisruh anak bangsa sendiri, yang selama ini menikmati keuntungan ketika pengelolaan dari luar negeri.
Masalah yang lebih berat karena saudara sendiri yang menolak malah. Bangsa lain lebih mudah menepiskan begitu saja lha ketika saudara sebangsa? Belum lagi soal pilihan dalam politik bisa juga merugikan. Toh berani diambil. Ini soal konsistensi dan keberanian.
Membuat harga BBM naik dan turun sesuai harga pasar. Puluhan tahun bangsa ini biasa menerima harga stabil bertahun-tahun. Kenaikan yang hanya sesekali jelas menjadikan  masyarakat cukup gugup karena harus membayar cukup mahal. Konsekuensi atas pemangkasan subsidi. Toh bisa juga, dan itu bagian dari pendidikan hidup bersama.
Pemimpin itu melihat secara lebih luas, bukan pegikut yang masih terbatas dalam melihat dan menilai. Pemimpin juga mendidik, bukan memanjakan bangsanya yang menjadikannya lemah dalam daya juang.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H