Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi, Sambutan Eden Hazard, dan Kepemimpinan

15 Juni 2019   09:52 Diperbarui: 15 Juni 2019   10:53 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keberanian dan konsistensi atas pilihan

Pelatih klub yang kalah oleh pemain, pemilik atau petinggi klub, biasanya akan kacau di dalam menerapkan skema permainan. Adanya intervensi pemain ini harus main bisa menjadi bumerang. Pun dalam politik juga demikian, jika tidak cerdik memainkan strategi.

Beberapa kali kepiawaian Jokowi memainkan strategi politiknya jitu dan membuat banyak pihak mati kutu. Memiliki banyak strategi bermain yang tidak bisa dipatahkan oleh strategi pihak lawan. Itu penting. Beberapa bisa dilihat.

Pergantian panglima TNI ini sangat krusial. Entah apa jadinya jika mengikuti skema AD, AL, AU, dan ketika saatnya AU menggantinya dengan AD, jadi AD dan AD lagi. Ketika tahun politik yang krusial AU yang memegang kendali. Bayangkan seperti apa ia yang sipil di tengah kebesaran nama AD.

Konsekuensi logis bahwa ada yang tersingkir, lagi-lagi, politik itu juga momentum. Kekecewaan yang bisa terbaca dengan gamblang sebagaimana tampilan Gatot Nurmantyo, dan beberapa purnawiran AD yang diduga melakukan aksi-aksi tidak selayaknya. Itu namanya konsekuensi politik dan ya wajar juga jika mereka kecewa.

Penguasaan tambang dan kekayaan alam yang sekian lama dalam kendali luar negeri. Ini jelas repot karena berkaitan dengan kekuatan asing yang bisa saja membuat bencana. Toh dilakukan dan bisa juga. Justru aneh dan lucu, malah yang membuat kisruh anak bangsa sendiri, yang selama ini menikmati keuntungan ketika pengelolaan dari luar negeri.

Masalah yang lebih berat karena saudara sendiri yang menolak malah. Bangsa lain lebih mudah menepiskan begitu saja lha ketika saudara sebangsa? Belum lagi soal pilihan dalam politik bisa juga merugikan. Toh berani diambil. Ini soal konsistensi dan keberanian.

Membuat harga BBM naik dan turun sesuai harga pasar. Puluhan tahun bangsa ini biasa menerima harga stabil bertahun-tahun. Kenaikan yang hanya sesekali jelas menjadikan  masyarakat cukup gugup karena harus membayar cukup mahal. Konsekuensi atas pemangkasan subsidi. Toh bisa juga, dan itu bagian dari pendidikan hidup bersama.

Pemimpin itu melihat secara lebih luas, bukan pegikut yang masih terbatas dalam melihat dan menilai. Pemimpin juga mendidik, bukan memanjakan bangsanya yang menjadikannya lemah dalam daya juang.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun