Selamat beristirahat dalam damai Ibu Ani Yudhoyono, bahagia di sana. Â Artikel ini berangkat dari pesanan K-ner SSMS, beliau tidak bisa menuliskannya karena dibekukan dari Kompas.com, bukan semata Kompasiana. Entah karena komentar di Kompas. com atau hal lain belum ada kejelasan.
Apa yang saya ulas mungkin tidak sesuai dengan kehendak beliau, pun tidak sebebas kalau itu ide dan gagasan saya. Itu mungkin penting saya nyatakan, sehingga ada gagap dan tidak mengalir bisa dimengerti, he..he... Hampir seminggu ini tidak menulis lagi, jadi agak gagap.
Ibu Ani menderita kanker, dan sebenarnya di sini pernah akan ada rumah sakit khusus untuk itu. gagasan besar yang terlupakan karena persoalan politik identitas dan kehendak sekelompok pihak yang tentu tidak perlu dibahas lagi. Ibu Ani bukan satu-satunya yang membutuhkan pelayanan yang sangat mendesak itu.
Tanpa mengurangi rasa hormat dan duka, toh beliau memiliki banyak piilhan, berobat ke Eropa pun tidak menjadi masalah. Namun jika orang kebanyakan, rakyat biasa, apalagi yang jauh dari segala fasilitas dan kemampuan? Negara harus hadir, namun toh prioritas itu masih jauh dari sana, karena memang ugal-ugalannya kepemimpinan masa lalu, membuat ini menjadi PR yang amat besar dan berat.
Kerja sama dengan pihak swasta, pemerintah daerah, dengan dukungan penuh pemerintah pusat menjadi solusi yang paling mungkin dengan tidak meninggalkan skala prioritas yang utama. Terobosan menjadi penting agar semua bisa selaras dengan laju pembangunan fisik dan manusia.
Diperlukan kepemimpinan dan kreatifitas lepas prosedural. Jika mengikuti prosedur sangat susah, mengapa? BPJS saja masih begiu banyak tantangan, dan juga hambatan yang nampaknya ada upaya yang memang seolah sengaja sehingga gagal dan point positif tidak diperoleh bagi pemerintahan sekarang. Susah ketika semua hal dimaknai dengan nilai politis. Ini soal kemanusiaan.
Ahok dengan kegilaannya memang sangat membantu, apadaya lambenya memang lemes dan membuat banyak hal berantakan, termasuk dalam hal pembangunan rumah sakit ini. Lepas dari kontroversinya, toh ini ide luar biasa. Kemanusiaan abaikan politik, apalagi politik identitas.
Siapa yang kini mampu melaksanakan ide gila dan ugal-ugalan dalam ranah positif itu kini?
Jakarta sangat tidak mungkin. Kekuatan daya dukung finansial sebenarnya siap, sebagaimana gagasan Ahok dulu. Dunia usaha sangat mendukung, hanya tinggal mengingatkan lagi, namun sangat mungkin juga mereka enggan melihat reputasi yang mengajak kerja sama. Ini masalah juga, soal kepercayaan.
Kepemimpinan daerah yang seolah menjadi oposisi dan antitesis jelas sangat tidak mungkin lagi mendukung gagasan besar itu. hampir mustahil jika tetap mau di Jakarta, kecuali pemerintah pusat sepenuhnya, namun anggarannya sangat berat dan tidak mudah untuk mengalokasikannya.
Ide dan gagasan memindahkan ibukota juga salah satu pertimbangan, bahwa Jakarta sudah terlalu sesak dan padat dengan berbagai hal yang tumpang tindih. Saatnya melirik luar kota Jakarta.