Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Zon: Ke MK Sia-sia, Ternyata Benar dan Setuju Kali ini

25 Mei 2019   17:00 Diperbarui: 25 Mei 2019   17:15 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biasaya ap yang dikatakan Fadli Zon tidak menarik, juga tidak layak dikupas. Tapi kali ini setuju, setelah membaca pernyataan Yusril Ihza Mahendra (YIM). YIM yang akan menjadi pengacara pasangan Jokowi-KHMA mengatakan MK hanya mengurusi sengketa hasil pemilihan. Ia mencontohkan adanya perselisihan hasil untuk 10 TPS, jika ada 4000 pemilih dan 100% memang memilih penggugat, apakah itu mengubah hasil.

Melihat hasil pemilihan selisih lebih dari 10 juta suara, kog rasa-rasanya bukan MK namun transefer bank yang mampu membalik keadaan. Atau malah Go-Pay dari K-rewards mungkin. Melihat YIM banyak tahu seluk beluk hukum tata negara, makin jauh lah kondisi  bagi BPN dan tim bisa memenangkan tuntutannya.

Jangan bicara curang, ketika itu ada dalam kewenangan Bawaslu dan mereka memang asyik berwacana dan abai menyiapkan fakta, bukti, data yang diperlukan. Ketika di Bawaslu, karena dengungan narasi curang, dan itu bukan ranah MK, ya jelas sia-sia apa yang mereka tempuh. Kata Zon kali ini kog patut diaminkan.

Pun Amien Rais yang biasa bersemangat dan kadang offside itu pun pesimis, pantas dan menemukan kebenarannya karena memang bukan ranah MK. Sepertinya ada yang lepas konsentrasi  di dalam BPN.

Dari sana patut dilihat beberapa hal;

Pertama BPN dan tim sejak awal tidak kampanye, hanya konsentrasi pada kejatuhan Jokowi, bukan menjual Prabowo. Ini kesalahan sejak kalah 2014. Jelas BPN setengah mati ketika merumuskan sistem kampanyenya. Gampang melanjutkan dan makin ugal-ugalan.

Kedua, jauh sebelum masa pemilihan sudah ada narasi pasti curang, kekalahan hanya karena curang, dan itu tidak dibarengi jualan yang menjanjikan bagi pemilih. Mosok pemilih disuruh calon penjual narasi bukan pemimpin negeri. Akan berbeda, kami akan menang dengan program bla...bla...bla...

Ketiga, ketika tanda-tanda kekalahan makin nampak, bukan memperbaiki keadaan namun malah riuh rendah bertikai di dalam tim sendiri. Ini jelas membuat keadaan tidak makin baik dan menjanjikan. Meruntuhkan sikap mental dan semangat iya.

Keempat, klaim kemenangan hanya menjadi lelucon dan dagelan di mana-mana. Tim abai menyajikan data obyektif, dan lagi-lagi narasi kecurangan dengan berbagai-bagai indikasi asal-asalan. Ada kotak suara tercoblos pun hanya angin lalu.

KPU servernya disetting kemenangan paslon lain sekian persen, padahal hiung manual yang dipakai. Kemudian berkembang ke situng dengan drama-drama yang lagi-lagi lucu dan mengabaikan martabat sendiri itu.

Kelima, paling membuat heboh soal people power, alias makar membawa korban banyak lari, ada yang masuk bui, ada yang sampai harus mengubah-ubah istilahnya demi aman sendiri. Ini hanya mau mendukung bahwa mereka kalah namun tidak mau berusaha lebih baik.

Keenam, menolak MK yang sia-sia, dan mengepung Bawaslu, eh Bawaslu pun menolak gugatan karena lagi-lagi miskin fakta dan data. Siapa salah? Jelas tim mengapa menyalahkan Jokowi? Ketika jalan PP akan lagi-lagi gagal, memutar cara lain ke MK. Dan akan lagi gagal melihat gelagatnya seperti ini.

Ketujuh, mereka ini,  para elit tahu bahwa kalah, namun tidak mau tahu. Malah mengembangkan wacana Jokowi harus mengalah demi bangsa ini. bangsa ndhasmu, demi maruk kuasa kog. Pemaksaan kehendak dikerudungi jubah demi bangsa dan negara, khas kanak-kanak ngambeg.

Narasi lain adalah mohon maaf,  wafatnya petugas lapangan karena proses rumit penghitungan suara, toh mereka di TPS sudah selesai dengan baik. Mengapa ribut ketika sudah sampai pusat? Tidak ribut ketika di TPS.

Ada pula narasi baru hitung ulang. Lagi-lagi hitung ulang ndasmu, mana ada sih 15 jutaan itu karena salah hitung. Cerdas dikit lah, jangan kolokan terus menerus.

Terbaru isu polisi impor, polisi membunuh, pemerintah menumpahkan darah, dan narasi sejenis. Intinya jelas kog menegasi pemerintahan yang ada. Pemerintah dan polisi sudah melarang data, kemudian ada insiden yang salah polisi dan pemerintah, codot memang.

Segala daya upaya itu sebenarnya sia-sia karena memang Prabowo tidak layak menang. Semua juga paham kog. Lima tahun kinerja partainya juga jauh dari memuaskan. Mau oposisi tapi nyatanya hanya menjaga Jokowi untuk jatuh. Kursi presiden bukan kepemimpinan yang dipersiapkan. Coba ada tidak yang bisa menjawab apa yang ditawarkan Prabowo dan benar-benar meyakinkan untuk memilihnya, satu saja.

Kesalahan itu ada pada tim koalisi sendiri, jangan malah menyalah-nyalahkan pihak lain, menuding ke mana-mana, ada jatuh korban tidak mau bertanggung jawab malah mencari kambing hitam, dan ujungnya Jokowi salah.

Selama ini fokusnya bukan bangsa lebih baik, tapi Jokowi jangan menjadi presiden. Aneh dan lucu bukan? Pantas saja fokusnya Jokowi curang perlu dilikuidasi, diganti, diminya legawa, lha orientasinya kursi presiden.

Kali ini setuju Fadli Zon ke MK akan sia-sia karena memang tidak ada sengketa yang layak digugat dan diselesaikan oleh MK. Narasi apalagi yang akan dibangun nanti? Apa tidak capek terus-terusan membuat kelucuan yang sama sekali tidak lucu ini? Negeri ini  besar jangan dipertaruhkan demi ketololan semata.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun