Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Mengalah Saja, Lha Pemilu atau Lomba Balita Sehat?

23 Mei 2019   20:37 Diperbarui: 23 Mei 2019   20:58 1875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jokowi Mengalah Saja, Lha Pemilu Atau Lomba balita Sehat?

Awalnya enggan nulis ini, sangat kekanak-kanakan, apalagi Kompasianer dalam salah satu komentar lebih lagi bayi-nya. Namun karena ada seorang tokoh agama daerah juga mengatakan yang sama, perlu dan layak dibahas dalam sebuah artikel.

Beberapa hal yang perlu direnungkan bersama, mengenai dalih kalau Pak Jokowi harus mengalah dulu;

Seperti Bung Karno yang memikirkan bangsa dan negara sehingga mengalah untuk  menyerahkan tampuk  kepemimpinan pada Soeharto. Toh benaran mengalah atau ditekan dengan berbagai cara bukan bagian ulasan ini. Alasan yang dikemukan adalah itu.

Pak Harto yang mengalah demi agar tidak lebih banyak korban dan menyerahkannya kepada Pak Habibie. Pun masih bisa menjadi perdebatan, namun lagi-lagi bukan bagian artikel ini. Ini alasan yang dijadikan landasan untuk Pak Jokowi mengalah.

Gus Dur menyerahkan kepada MPR demi bangsa ini. Okelah  itu sangat mungkin demikian adanya, walaupun ada pula unsur manipulatif dari MPR saat itu, namun lagi-lagi bukan bagian ulasan artikel ini. Namun menjadi dalih dari para pengusung istilah mengalah.

Ketika kejadian itu semua berkaitan dengan alih kekuasaan dalam kondisi luar biasa. Adanya tekanan massa, tekanan politik, dan juga tekanan kondisi untuk adanya perubahan. Perubahan yang mendesak saking lamanya pemerintahan, berbeda dengan almarhum Gus Dur, kedua pemimpin itu puluhan tahun.

Tekanan berbagai pihak bisa menimbulkan persoalan berkepanjangan, disintegrasi, dan perselisihan serta korbannya rakyat yang tidak bersalah. Sangat mungkin dan bisa dimengerti dan dipahami jika demikian. Demi bangsa dan negara. Ada keprihatinan besar dan demi kepentingan umum.

Lucu dan aneh ketika demokrasi yang terjadi, pemilu dengan suara terbanyak dengan adanya satu pemilih satu suara. Rakyat sudah memutuskan, pemilih menetapkan bahwa Jokowi-KHMA yang rakyat percayai, bukan kubu lainnya. Bisa saja Jokowi-KHMA mengalah, namun yakin 85 juta pemilih, 55 koma sekian prosen tidak meradang dan mengamuk kembali. Yakin bisa selesai dan tidak lagi berkepanjangan?

Nalar yang tidak cukup bisa diterima dengan akal sehat sebenarnya, mengalah kog usai pemilihan dan kemungkinan besar akan kalah. Lucu dan saru bahkan demi tidak ngambeg, si pemenang diminta mengalah. Kalau memang takut berkompetesi jangan mengatakan rival yang menang untuk mengalah. Itu hanya untuk anak kecil yang merengek kalau tidak menang.

Mengapa nasihat untuk menerima kenyataan tidak lebih bergaung, termasuk ulama daerah itu? hal yang cukup aneh sebenarnya. Juga bekas menteri yang masuk barisan sakit hati. Mengapa tidak menasihati diri untuk legawa bahwa ia memang tidak bisa bekerja kog. Malah meminta presiden terpilih mengalah. Mengalah dari Hongkong?

Mengalah itu luhur, jiwa besar, kalau demi kepentingan lebih besar, bagi bangsa dan negara, lha ini demi anak haus kuasa. Bagaimana tidak, perilakunya selama ini menunjukkan arogansi, bayangkan apa kata rang Boyolali yang sudah cukup puas dengan membalas hinaannya dengan banyak TPS yang zonk. Itu bukan perkara kecil, sederhana, dan mudah seperti kata politikus sontoloyo itu. itu baru satu tempat, kondisi, dan kejadian.

Provokasi yang selalu mengulang kalau kekalahannya itu karena kecurangan. Curang yang mana, tidak bisa membuktikan. Ketika ada kesempatan untuk membuka bukti, hanya membawa kliping dan daftar link pemberitaan. Entah valid entah tidak. Mana bukti ngoceh curang dan kemudian berguling-guling untuk mengalah.

Belum lagi mengatakan KPU tidak bener kerjanya, MK adalah sia-sia. Lho kog kemudian minta rivalnya yang menang memberikan begitu saja kursinya. Bayangkan ketika ia mengancam wartawan, apakah yakin KPU, MK sebagai lembaga negara yang memerlukan tanda tangganya sebagai presiden dalam banyak hal tidak akan menemui kesulitan?

Kerusuhan terjadi, sangat mungkin mereka berdua sebagai pasangan capres dan cawapres tidak terlibat, dan bisa juga terlibat, lagi-lagi bukan bagian ulasan artikel ini, namun berkaitan. Provokasinya sangat mungkin berpengaruh pada keberadaan kejadian ini. Mengapa? Bagaimana narasi yang dikembangkan selama ini sehingga banyak mempengaruhi anak negeri memahami dengan baik dinamika politik yang sebenarnya.

Pemilu penuh kecurangan, ini berbulan-bulan didengungkan. Bagaimana penggemar fanatisnya akan membawa itu ke dalam alam bawah sadarnya sebagai kebenaran. Jangan dengan mudah mengelak dan  menyangkal untuk ikut terlibat dalam hal itu. Secara tidak langsung kalian yang menggelorakan kog. Tiba-tiba merasa baik-baik saja.

Berkali ulang mengadakan deklamasi, eh deklarasi bahwa ia menang. Kalah itu hanya karena curang, lagi-lagi deklarasi yang tidak berdasar. Tidak percaya hitung cepat, pun tidak percaya hitung manual, namun untuk pileg diam seribu bahasa, padahal waktu, petugas, pemilih, dan semua sama. Aneh dan edan bahkan.

Sebenarnya sama pertanyaan saya dalam artikel, komentar, sebenarnya apa sih, satu saja keunggulan Prabowo, sehingga meyakinkan pemilih untuk memberikan kepercayaan kepadanya. Jangan berlari pada demi bangsa dan negara dulu, jawab dulu gagasan besar apa sih yang meyakinkan?? Atau ide atau prestasi masa lalu yang cukup menjanjikan sebagai presiden?

Termasuk yang mengusulkan mengalah itu. Dasarnya apa? lha lucu kalau jangan ada korban, ketika korban itu atas perbuatan sendiri, malah orang lain diminta mengalah.

Jadi ingat lomba balita sehat jadinya. Dari pada mak-mak ngamuk dan anaknya tantrum, akhirnya jurinya mengalah. Pemilu negeri keren begini kog malah dijadikan ajang lomba balita sehat.

Apa tumon?

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun