Ke Mana Garangnya Eggy Sudjana?
Tiga hingga empat hal cukup lucu ditampilkan Eggy Sudjana dalam menghadapi kasus hukumnya. Dulu, serasa orang yang hebat, tidak ada hukum yang mampu menjeratnya, sehingga apapun ia katankan dan nyatakan aman-aman saja. Menghina dogma agama lain toh melaju bebas begitu saja, apalagi oleh pihak yang "berselisih" dianggap tidak selevel dan tidak diurus lagi.
Kini urusan menjadi panjang, wajah kuyu dan lesu tampil di media, beda dengan ketika meledek Trinitas, mengolok-olok orang dan pihak lain dengan gagah kini hilang. Ternyata hanya segitu, garang saat merasa aman. Ketika ditegasi ngeper juga.
Kelucuan itu adalah;
Pertama, ketika meminta Jokowi untuk melakukan intervensi dengan memerintahkan polisi untuk tidak menahannya. Ia mengatakan presiden boleh intervensi karena pemerintah. Lucu dan aneh ketika seorang pengacara mengatakan hal itu dan demi kepentingan pribadinya. Padahal sepele, ia mengatakan sesuatu dan itu dimintai pertanggungjawaban. Sesederhana itu.
Konteks yang sama juga ia mengatakan politisi tidak profesional, moderen, dan tepercaya, malah melakukan kriminalisasi. Aneh dan lucu hanya karena menahan satu tersangka dan buktinya ada, langsung reputasi polisi demikian buruk. Jelas polisi melakukan kriminalisasi jika Eggy tidak melakukan apa-apa, baik-baik saja, sedang menjadi pengacara yang tidak mengeluarkan pernyataan yang bisa dituduh makar namanya kriminalisasi. Contohnya, polisi menangkap Hotma Paris yang sedang wawancara dengan artis misalnya. Jelas kriminalisasi kalau itu, dan tidak promoter.
Terlalu jauh dan mengada-ada, apalagi sampai menjebak presiden untuk mempermalukan diri sendiri demi membela tersangka kriminal. Aneh dan lucu.
Kedua, mengaku sebagai advokat sehingga tidak bisa dipidana. Â Ini sangat menggelikan, memangnya hanya seorang Eggy yang menjadi tersangka? Ada OC Kaligis, ada Si Drama Bakpao, Frederic Yunadi, mereka juga pengacara, mereka malah ada yang sedang membela kasus, namun merekayasa kasus, sehingga di pidana bahkan.
Apakah Eggy tidak tahu kekebalannya itu terkait dengan hal yang sangat spesifik dan di luar  makar? Pasti tahu, hanya sarana untuk mengela dari tanggung jawab semata. Malah aneh dan lucu sebenarnya kalau tidak tahu, perlu dipertanyakan ijazah dan izin pengacaranya.
Kembali malah mau mempermainkan penegakan hukum. Seharusnya ada penambahan pasal dan tuntutan karena mempersulit persidangan. Dan nampaknya hal demikian biasanya terabaikan dalam peradilan kita.
Ketiga, berkaitan dengan istilah people power, kini menyeret Jokowi di 2014 yang ia nyatakan ada dalam buku. Konteksnya kog berbeda pastinya. Mosok pengacara tidak tahu namanya konteks kog sangat mustahil dan tidak mungkin. Hanya upaya tidak mau mempertanggungjawaban apa yang ia buat.