Tim Hukum Nasional dan Perilaku Ugal-ugalan atas Nama Kebebasan Berpendapat
Kebebasan berpendapat memang mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan UU di negara demokrasi. Hal yang patut diingat dan di-ugemi adalah, bahwa kebebasan dan UU atau peraturan dibuat adalah untuk menjamin kekebasan itu tidak melanggar kebebasan pihak lain.
Bayangkan saja kalau orang sableng mengaku dan menglaim kebebasan berpendapat kemudian menyatakan hal yang melanggar kebebasan pihak lain. contoh konkret mengatakan pemerintah menumpuk hutang dan bisa membahayakan keberadaan negara.Â
Ini benar satu sisi, namun sisi lain juga hak berpendapat pemerintah untuk menyatakan bahwa kondisi berbahaya itu tidak sedemikian gawatnya. Ini masih normatif dan umum.
Coba bayangkan jika menyebut nama, kemudian disematkan kata idiot, plonga-plongo, pelanggar hukum, pemimpin otoriter, ingat menyebut nama lho, berarti sudah memberikan cap, label, dan penilaian pada pribadi itu, yang memiliki jabatan presiden misalnya. Jauh berbeda jika presiden berpotensi melanggar hukum karena bla...bla.... Ini jelas memang dilindungi hukum atas kebebasan berpendapat.
Tim hukum nasional ini juga menjadi tim yang menjamin keberadaan, kebebasan, dan posisi pejabat negara, sehingga orang yang melakukan kritik itu benar, tidak asal bicara, dan kemudian melakukan nyinyir-an, yang kemudian berdalih sebagai kebebasan berpendapat dan berkumpul.
Benar bahwa kita sedang bereuforia atas kebebasan yang sekian puluh tahun terkekang, namun bukan berarti kemudian bisa seenaknya sendiri berbuat dan kemudian mengingkari.
Selama ini, orang bisa bebas, kadang seenaknya sendiri mengatakan ini dan itu bagi pejabat, orang yang tidak disukai dengan begitu saja. Ketika dituntut penegakan hukum akan melarikan diri, berdalih atas nama kebebasan berpendapat, kalau kepepet mengatakan minta maaf dan khilaf, lucunya satunya demokrasi, sisi lain akan memakai dalil agama, memaafkan adalah ciri orang beriman. Sikap lagi-lagi munafik.
Sikap terhadap tim hukum nasional ini;
Dalam beberapa hal patut diapresiasi, karena dampak atas polarisasi politik campur aduk agama telah demikian masif terutama akhir-akhir ini. Keberanian menghentikan dengan segala risiko harus diambil.Â
Contoh konkret salah satunya adalah pernyataan Hendropriyono yang mengatakan keturuan Arab jangan buat ribut. Karena kebetulan banyak aksi dari warga keturunan Arab yang reseh, cukup itu, bukan dikaitkan dengan agama. Tidak ada kaitan dengan agama. Harus berani.