Coba jika ada etnis lain yang berperilaku demikian, misalnya warga Bugis yang melakukan aksi, ide, gagasan, masif demikian, Hendro akan mengatakan keturunan Bugis jangan ribut terus. Ini hal yang wajar, karena memang dominasi yang sedang beraksi adalah warga ini.
Kelima, adanya kesempatan, pembiaraan, dan merangkul semua pihak, termasuk yang berpotensi memecah-belah, sekian lamanya. Contoh nyata bagaimana Rizieq dalam acara-acaranya, apa pernah menebarkan kesejukan? Sebaliknya, menuding, menebarkan kecurigaan, dan sikap permusuhan pada pihak yang berbeda. Dan itu selama ini aman-aman saja.
Keenam, Hendropriyono berani mengatakan itu penting, sehingga bangsa ini juga tidak selalu berpikir kalau bangsa asing itu selalu lebih baik. Dulu orang kebarat-baratan, kekorea-koreaan, dan kearab-araban. Padahal belum tentu. Arab yang baik juga tidak kurang-kurang. Keluarga Shihab bukan Rizieq juga baik-baik saja, bagus malah. Atau Ali Alatas, dan masih demikian banyak yang nasionalis.
Ketujuh, perlu membedakan mana Islam dan mana budaya dan orang Arab. Belum tentu bahwa Arab itu identik dengan agama Islam. Ada juga agama lain, ada juga perilaku jahat di sana, ada pula produk gagal dari Arab. Ini yang perlu dibedakan. Mengatakan Arab bukan mesti menjelekkan Islam.
Sikap ini perlu dan penting, sehingga orang tidak mudah dihasut, dibawa-bawa pada kasus yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya. Selama ini bangsa ini selalu saja tersandera keadaan ini.Â
Mau  penegakan  hukum takut dikatakan memusuhi Islam. Padahal perilakunya jahat dan menebarkan ancaman dan ketakutan. Tidak hanya sekali dua kali saja, namun selama bertahun-tahun, dan berlindung di balik kesukuan.
Aneh dan lucunya, Â menuding pihak lain sebagai seolah musuh karena sukunya, kalau mereka boleh dan merasa sah-sah saja. Ini yang menjadi masalah. Tidak semata karena asal-usulnya. Yang ditegur adalah perilakunya. Nah kebetulan yang nakal kali ini adalah warga keturunan Arab.
Jangan sensi dan dikit-dikit provokasi dan menodai ini dan itu. Proporsional saja, jangan main apai kalau takut panas, dan jangan main air kalau takut basah. Selama ini memainkan keduanya untuk menakut-nakuti, ketika berbalik arah ke diri sendiri, meradang, ngamuk, guling-guling.
Ada yang berani karena proporsional itu juga penting. Penting juga mengakui dan bertanggung jawab bukan malah menuduh untuk membenarkan perilaku buruknya. Dewasalah jika mau dihargai.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H