Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mencerna Ijtima Ulama 3 dan Isinya

2 Mei 2019   12:24 Diperbarui: 2 Mei 2019   12:52 1490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Padahal KPU dan Bawaslu pun telah mengatakan, jika kedua paslon mendapatkan efek kesalahan dan keduanya sama-sama pada sisi satu mendapatkan keuntungan dan keduanya juga mendapatkan kerugian. Lembaga resmi dengan data saja sudah mengatakan hal yang demikian. Apa dasar  mereka mengatakan satu curang dan mencurangi lainnya?

Kelima, jelas sejak awal suara paslon 02 hanya memiliki kisaran 46-an% periode lalu, survey-survey pun maish tidak beranjak jauh. Apalagi yang diyakini bahwa mereka memang bisa naik secara signifikan hingga 62 bahkan 80%. Padahal Jokowi yang kerja keras, membangun tampak di depan mata saja, untuk 60% susah minta ampun. Dasarnya sangat lemah rekomendasi mereka.

Keenam, ijtima ulama ketiga sejatinya telah kehilangan rohnya, semangatnya, dan nilainya ketika sejak rekomendasi awal saja sudah diabaikan oleh Prabowo. Aneh jika mereka terus menerus menyesuaikan rekomendasi mereka atas keinginan Prabowo. Apalagi yang ketiga sangat jelas itu memenuhi hasrat obsesi Prabowo dan beberapa pihak yang ngebet dan kebelet kekuasaan, padahal sejatinya mereka paham memang tidak akan bisa mendapatkan itu.

Sekali lagi ini bukan soal penilaian keulamaan seseorang atau kelompok, namun perilaku pribadi dan kelompok yang menyematkan ulama dalam aktifitas mereka. Sah-sah saja mendukung atau membela pilihan, namun tentu secara proporsional dan wajar. Tidak terlalu berlebihan dan menafikkan nalar malah.

Bedakan aktifitas, jabatan, dan pribadi seseorang sehingga tidak main hantam kromo saja, apalagi menuding penistaan segala. Jika seorang bapak, yang berprofesi guru, dan juga bertindak membantu menjadi Hansip. Nah suatu hari si bapak keluarga yang baik ini, juga pengajar yang disenangi muridnya, pas berjaga karena kecapekan ia ketiduran, ada maling dan ia tidak bisa menjaga kawasan yang menjadi wewenangnya. Apakah ia sebagai bapak yang baik juga ikut rusak reputasinya? Atau sebagai guru yang menyenangkan juga buruk? Jelas tidak.

Peran masing-masing, kondisi yang terjadi juga menentukan. Tidak serta merta kesemuanya itu jelek atau buruk. Kecuali itu berulang kali terjadi, menjadi sebuah watak dan kemudian sifat, itu baru ketiganya akan menjadi jelek.

Pendidikan perlu membawa orang terutama peserta didik kritis dan tidak membuat semuanya campur aduk jadi satu. Dan inilah yang disasar politikus malas mencampuradukan demi kepentingan diri dan kelompok sesaat. Keuntungan sesaat dan sesat dengan mengorbankan bangsa dan negara.

Selamat Hari Pendidikan Nasional

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun