Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Misa" Jumat Agung dan Salah Kaprahnya

21 April 2019   11:11 Diperbarui: 21 April 2019   23:47 1598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibadah bukan Misa Jumat Agung, karena mengenangkan sengsara Yesus, tanpa ada pengenangan kebangkitan di sana. Sekali dalam setahun Gereja Katolik tidak ada Misa, yaitu Jumat Agung. Nah dalam Misa itu ada yang namanya komuni kudus, roti yang diimani menjadi tubuh dan darah Kristus yang diubah dalam Perayaan Ekaristi. Keperluan dalam Ibadah Jumat Agung telah dilakukan dalam Perayaan Kamis Putih.

Umat Katolik perlu cermat mengamati kalau Kamis Putih di altar akan lebih banyak sibori karena memang perlu dua kali jumlah umat untuk keperluan komuni Kamis Putih dan disimpan dan dibagikan dalam hari Jumat Agung.

Jumat Agung tidak ada konsekrasi, yang ada hanya membagikan Komuni Kudus dari hari kemarin. Tidak ada korban Misa dalam Ibadat Jumat Agung.

Hal ini seolah sederhana, namun menjadi penting sehingga tidak menjadi salah kaprah dan ada hari istimewa. Banyak simbol yang umat tidak paham dan seolah tidak tahu dengan baik. Beberapa hal yang membedakan Jumat Agung dan hari biasa:

Tabernakel, tempat menyimpan Komuni Kudus, kosong, karena disimpan di tempat lain, maka pintu tabernakel biasanya dibuka, lampu indikator di sekitar tabernakel juga mati. Ini penting bagi pemahaman iman namun sering tidak dimengerti. Ini berkaitan juga dengan sikap ketika masuk ke gereja.

Altar tidak ada apa-apa. Kain  liturgis tidak ada sama sekali karena memang tidak ada perayaan korban yang dilakukan. Altar kosong melompong.

Tidak ada lagu pembukaan, simbol keheningan dan duka, sehingga imam dan petugas liturgi masuk dengan keheningan penuh dan diam, kemudian imam tengkurap sebagai ungkapan duka cita.

Iringan lagu seminimal mungkin untuk mendukung suasana duka. Maka tidak ada pula kemegahan dan kemerihaan musik liturgi. Patung dan ikon pun biasanya ditutup dengan kain ungu.

Tanda Salib sebagai simbol kemenangan tidak ada dalam pembukaan dan penutupan ibadat karena memang sedang dikenangkan dalam kondisi prihatin, bukan kemenangan, dan sebaliknya dalam perayaan Paskah adalah simbol kemeriahan karena pengenangan kemenangan.

Hal-hal yang patut disimak karena toh pelaku utama di gereja, termasuk guru agama Katolik pun masih salah menyebut misa untuk Ibadat Jumat Agung. Salah sih tidak, namun tidak tepat secara dogmatis dan teologis, sayang kekayaan simbolisasi itu terabaikan.

Selamat Hari Raya Paskah

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun