Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Potensi Rusuh Hasil Pilpres, Masihkah Besar?

19 April 2019   10:27 Diperbarui: 19 April 2019   11:26 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Potensi Rusuh Hasil Pilpres, Masihkah Besar?

Singkat dan jelas, tidak. Beberapa hal menjadikan indikasi bahwa penolakan hasil pemilu semakin tidak mendapatkan fakta, penguat, dan juga hanya sebuah ilusi. Mengapa demikian? Beberapa fakta dan data itu memberikan bukti memang tidak demikian.

Rekam jejak memberikan bukti bahwa klaim kecurangan, tudingan ketidaknetralan penyelenggara pemilu dan juga lembaga negara tidak demikian kuat. Hal-hal ini saja sudah sangat memperlemah argumen yang mengarah pada kecurangan yang membuat orang bisa yakin dan percaya bahwa hal itu benar terjadi.

Aksi-aksi delegimitimasi  hasil pemilu sudah jauh-jauh hari didengungkan, dan gaungnya tidak cukup signifikan. Reaksi baik warga dan juga lembaga yang pernah disebut, meskipun tidak nyambung apalagi, tidak ada respons sama sekali.

Isu tudingan surat suara tercoblos, KPU begini dan begitu, mengundang  pengamat luar negeri, menggaungkan kondisi krisis bangsa, dan malah mau melapor ke interpol dan PBB memberikan gambaran panik tingkat tinggi, habis harapan, dan juga kondisi tidak tahu lagi mau apa.

Gertakan, ancaman, adanya ide pengerahan massa kalau kalah, pendudukan TPS, dapur umum di TPS, dan juga seruan untuk mengawal penghitungan suara di masing-masing tingkat, malah mengindikasikan mereka tahu kalau kalah, namun tidak mau tahu kalah kalah. Jelas mereka paham, kalu yakin menang mengapa harus aneh dan lucu dengan segala ide dan gagasannya.

Menarik adalah mengapa ancaman, gertakan, dan juga gagasan-gagasan heboh itu malah seolah sepi?

Pertama, jelas mereka ini berhadapan dengan Polri dan TNI yang telah menyatakan sinergitas demi NKRI. Landasan adalah NKRI, mau menang dan ada yang kalah dalam pemilu itu bukan ranah mereka. Mereka mengawal NKRI tegak berdiri, siapapun pemenangnya. Artinya mereka tidak akan peduli siapapun asal mengganggu kedaulatan NKRI akan ditindak tegas.

Pernyataan TNI-Polri solid ini tentu menjadi peringatan bagi para pelaku yang hendak mengacau dan juga akhirnya rasa aman bagi rakyat di dalam memilih. Ini menjadi penting dan mendesak bagi terlaksananya pemilu terutama pilpres berjalan baik dan lancar.

Partai pendukung menerima pileg. Menjadi lucu ketika pilpres tidak mau menerima namun pileg mau dengan riang gembira. Posisi kebanyakan partai di sana aman dan bahkan mendapatkan kenaikan.  Jika mereka menuduh curang, apakah hanya pilpres, sedang untuk pileg baik-baik saja? Coba laporkan interpol juga, apa rela kenaikan itu bisa saja malah menjadi bumerang. Lah memang interpol melayani pengaduan pemilu ya?

Bergesernya acara syukur yang berkali-kali pindah, memberikan sinyalemen kekuatan mereka makin lemah. Awal ketika ada ide syukuran di Istiqlal, potensi kekacauan sangat besar, karena waktu hampir bersamaan lahan parkir yang biasa dipakai untuk Ibadat Jumat Agung bisa menjadi masalah. syukur tidak terjadi.

Memindahkan ke Monas, pusat "kemenangan" semu ala mereka, dan kemudian beralih ke pusat "kerajaan" Hambalang. Jelas ini makin lemah dan tidak memberikan dampak besar. Ingat ekslusifisme Hambalang jelas susah bagi akses massa untuk bertindak. Lebih mudah tempat umum biasanya.

Pengumpul dan pengerah massa handal tidak ada. Suka atau tidak, dan memang profeesional untuk menggerakan massa ada pada sosok Rizieq Shihab. Keradaannya yang sangat jauh itu menghilangkan jaringan pengerahan massa dengan masif dan besar lagi. Beda dengan sholat dan kampanye akhir kemarin, berbeda konteks.

Wajah-wajah lelah, kecewa, kuyu, dan kehabisan energi telah nampak dan terbaca secara publik. Mulut berbicara klaim menang, tetapi bahasa tubuh secara umum menampilkan citra wajah yang berbeda. Wajah-wajah Prabowo, Amien, Djoko Santoso, dan juga ada Sandi demikian hancur tidak cukup meyakinkan publik untuk percaya dalam memperjuangkan apa coba?

Lebih lucu dan kekanak-kanakan lagi soal pelaporan lembaga survey resmi ke kepolisian. Aneh dan lucu karena berbeda dengan lembaga survey atau poling mereka, dikatakan bahwa lembga survey resmi itu berbuat curang. Padahal selama ini, lembaga internal yang mereka klaim tidak pernah tahu rekam jejak mereka di dalam menghasilkan rilis survey, kredibilitas mereka, metode, orang-orang  yang melakukannya.

Menarik adalah, mereka menuding pihak lain sebagai pelaku kejahatan, namun mereka pun berpotensi melakukan kejahatan karena survey mereka tidak jelas. Hanya mengatakan ini dan itu saja. Apakah kalau dilaporkan pencemaran nama baik mereka rela dan paling banter akan menuduh kriminalisasi, padahal mereka dulu yang melakukan aksi sepihak itu.

Momentum pemersatu gerakan massa sudah kehilangan arah. Tidak ada lagi gaungan yang cukup kuat untuk melakukan apapun aksi itu. Karena memang sangat lemah karena hanya mengandalkan klaim yang cenderung subyektif semata.

Koalisi terutama Demokrat jelas-jelas mengambil sikap dan jarak yang tidak sejalan dengan gagasan pimpinan koalisi yang memilih sikap belum menerima hasil sampai hari ini. Memang hasil sementara, namun sikap berlebihan yang ditampilkan menjadi masalah di dalam kebersamaan.

Ucapan selamat dari kepala pemerintahan dan kepala negara sahabat jelas memberikan dukungan positif siapa pemenang yang sebenarnya. Belum ada  pemberitaan kalau ada dukungan dari pihak lain bahwa pemilu tidak berlangsung baik. Internasional pun mengakui.

Beberapa alasan di atas jelas memberikan jawaban bahwa apa yang akan katanya akan ada pengerahan massa dan kericuhan dan keadaan yang buruk, tidak mendapatkan momentum dan fakta yang menguatkan. Keadaan akan baik-baik saja.

Waspada dan perhatian memang penting dan itu memang harus tetap dilakukan. Kesatuan dan keberadaan bangsa jauh lebih penting dan bermanfaat, dari pada ribut pada hasil yang jauh-jauh hari pun terlihat ketidaksiapan menang dan juga tidak siap kalah.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun