Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Badai 02 Belum Berlalu, Demokrat dan PAN Melanda

14 April 2019   15:00 Diperbarui: 14 April 2019   15:01 3615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Debat semalam bukan menambah soliditas koalisi, potensi kemarahan Demokrat sangat mungkin. Hal yang dibuat sendiri, usai salah membangun koalisi. Suka atau tidak, keberadaan koalisi ini sangat rapuh.

Menit terakhir bahka harus sampai tim yang sowan ke Demokrat bukan sebaliknya, kepergian SBY pas deklarasi kampanye damai, melengkapi pedihnya Demokrat dan SBY atas aksi dugaan jenderal kardus. Usai tidak ada nama AHY sebagai pendamping capres di sana-sini, usai sudah Demokrat.

Posisi sulit ini seolah dibiarkan begitu saja, dan menjadi duri dalam daging yang sangat memedihkan. Pernyataan untuk membebaskan kader demi pileg jelas aroma  dan warna yang terang benderang betapa Demokrat tidak peduli pada keberadaan koalisi.

Sikap cueknya elit koalisi 02, ketika SBY datang dalam sebuah acara menjadi salah satu indikasi jelas anak yang tidak dibutuhkan menjadi status  partai penguasa era lalu itu.  Sangat wajar nama AHY tidak ada dalam nama-nama Kabinet Adil Makmur yang beredar.

Ketika dalam debat, capres mereka malah mendukung Jokowi dan menyalahkan presiden sebelumnya, ingat ada SBY di dua periode masa lalu, jelas termasuk di sana. Ada kesalahan yang ikut dalam gerbong mereka.

Badai lain juga ikut memberikan terpaan pada koalisi yang memang rapuh ini. Salah satu elit PAN, Bima Arya, juga pimpinan daerah menyeberang ke kubu Jokowi. Jelas alasannya pun sangat masuk akal. Platform PAN ada pada kubu Jokowi-KHMA, bukan sebaliknya. Isu soal kasus dugaan korupsi sangat tidak penting dan masuk akal.

Fokus merusak kandang banteng, Jawa Tengah dengan segala aksi hara kiri yang tidak ada dampaknya sama sekali.  Hanya sebuah perang urat syaraf namun dengan konsekuensi Jawa Barat jebol dan Jawa Timur akan makin parah sekarang.

Hal  yang seolah dianggap sepele. Dua badai cukup kuat, namun tidak ada waktu lagi untuk konsolidasi. Ini sangat serius dan langsung berdampak pada pemilih.  Jawa Barat dan Jawa timur itu lumbung cukup kuat melalui PAN dan Demokrat, selain kedua partai mereka sendiri, yang tidak cukup  meyakinkan untuk meraup suara dengan signifikan. Modal awal malah dilepaskan hanya demi dampak psikologis yang belum jelas.

Jawa Barat, basis PKS yang mereka kecewakan, elit mungkin masih bisa diberi harapan kardus dan DKI-2. Lha akar rumput, apalagi kemudi mereka bergeser, bukan lagi PKS. Susah berharap  untuk meningkat. Ada pula Demokrat yang cukup kuat di sana. Malah PAN dengan Bima Arya lepas malahan. Ingat dia seorang kepala daerah lho, bisa memiliki keuntungan tertentu yang merugikan bagi koalisi 02.

Jawa Timur ini juga lumbung, di mana Demokrat bisa menjadi salah satu penghasil suara sebenarnya. sumber pemilih terbesar ada di Jawa Timur. Demokrat cukup  kuat di sana, namun malah "dilukai" apalagi Madura sebagai pendulang awal era 2014, kini juga mulai bergeser dengan banyaknya elit sana yang berpindah haluan. Madura masih cukup mendengar kata elit mereka dari pada sekadar kampanye.

Jawa Tengah, pilihan lucu sebenarnya, Jawa Tengah adalah basis fanatis banteng. Susah mengubah itu dengan berbagai-bagai alasan. Pun keberadaan asal Jokowi, kesuksesan di Solo, susah menggoyahkan dominasi Jokowi dari provinsi yang cukup kuat juga suaranya.  Fokus di Jawa Tengah seolah menjadi sia-sia.

Kebobolan dua sumber yang adalah modal awal itu kerugian yang cukup besar. Apa yang mereka sajikan jelas memperlihatkan lemahnya analisis dan pemetaan pemilih, komunikasi politik yang buruk, dan fokus yang salah di dalam membangun citra capres mereka.

Selama ini lima tahun hanya berkutat pada kejelekan dan hendak meruntuhkan Jokowi dengan berbagai-bagai cara. Fokusnya adalah Jokowi, bukan malah membangun citra baik dari para pembangun oposisi. Sasaran tembaknya pun lemah sehingga sangat mudah dipatahkan. Apa yang diseraang justru adalah prioritas dan itu dampaknya besr bagi bangsa dan negara.

Enggan kerja keras dan cerdas. Karena fokusnya adalah Jokowi, bukan sebuah upaya untuk memberikan gambaran baik, baru, dan lebih menjanjikan, sehingga ketika masa penyalonan keteteran. Kampanye kedodoran dan malah jadi emosional.

Komunikasi politik sejak awal buruk. Tidak ada upaya meredam friksi yang akan timbul, malah menyiptakan dan memberikan peluang untuk bukan sekadar friksi malah konfrontasi terbuka. Ini jelas buruk. Bagaimana manajemen konflik ketika membangun kabinet, kerja sama pusat daerah, apalagi dunia regional dan internasional. Susah melihat mereka mampu mengatasi hal demikian komplek. Lha membangun koalisi beberapa partai saja gatot begitu.

Dukungan beberapa pesohor itu bisa juga malah menjadi benih konflik baru. Ingat dengan demikian, ada pula pula slot kedudukan yang bisa terambil oleh pihak lain yang tiba-tiba datang dan mengambil porsi yang sejak awal sudah bekerja keras.

Soliditas mereka yang sejak awal rapuh tidak diselesaikan, malah seolah dibiarkan dan bahkan diprovokasi dari dalam. Jadi jelas apa jadinya ketika dibangun dengan ala kadarnya.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun