Dukungan Komunitas LGBT, Jawaban Kampanye Hitam untuk Jokowi
Beberapa waktu lalu ada semacam deklarasi dukungan dari sebuah komunitas LGBT. Beberapa hal patut disimak secara mendalam dulu, dan jernih di dalam memandang persoalan, baru kemudian menjadi sebuah opini. Jangan melihat dari judul dan kemudian sudah komentar macam-macam. Memalukan, apalagi akun tidak pernah menulis sama sekali, harusnya tidak datang dan ribet.
LGBT atau apapun komunitasnya, sepanjang itu tidak melanggar hukum, adalah sah mendukung atau memilih berseberangan di dalam pilpres nanti. Perl dilihat adalah, LGBT itu perlu kajian mendalam untuk menyatakan apakah itu komunitas yang seolah demikian membahayakan atau sebenarnya biasa saja.
Begini, LGBT sebagian itu tetap ada penyimpangan yang membua mereka tertekan, merasa bersalah, dan keprihatinan mendalam dalam hati nurani mereka.Â
Nah apa iya kondisi saudara, anak bangsa, dan keluarga kita yang memiliki beban demikian seolah malah dianggap sebagai musuh yang harus disalah-salahkan, dikejar-kejar, dan seolah kutukan yang memalukan.
Benar, bahwa ada sebagian yang memilih itu sebagai gaya hidup, sebentuk eksplorasi dan hanya untuk bersenang-senang semata.  Terlihat bukan penilaian secara moral berbeda dan tidak bisa digebyah uyah begitu saja. Ada perbedaan yang sangat menyolok, dan selama ini ada generalisasi di dalam memandang dan menilai mereka. Tidak sepenuhnya benar.
Pandangan masyarakat yang masih cukup puritan dan ada juga politisasi dan kepentingan sebagian pihak dengan penggunaan agama yang masih cukup marak demi kepentingan politik, ini cukup berbahaya bagi pembicaraan secara jernih, dan menyeluruh, serta obyektif. Ini memegang peran cukup penting.
Deklarasi  komunitas itu cenderung oleh pihak-pihak yang secara umum bisa dinilai pelaku yang mengejar gaa hidup. Ingat dan lihat saja, apa benar kalau orang yang tertekan dengan orientasi pribadinya malah hidup dalam sebuah komunitas demikian, yang sering juga publikasinya masif? Susah meyakininya.
Ada batasan, memang ini adalah asumsi dini, bahwa mereka itu boleh dilihat pada komunitas yang lebih cenderung pelaku gaya hidup, bukan yang tertekan orientasi hidupnya. Di sini yang hendak dilihat.
Kesepahaman kedua yang perlu dibangun adalah soal kampanye hitam dulu. Jauh sebelum masa kampanye, sebuah parpol mengatakan boleh menggunakan kampanye negatif, namun bukan kampanye hitam.Â
Toh dalam pelaksanaannya cenderung menggunakan semua model. Mau hitam, mau putih, mau negatif tidak menjadi pertimbangan bagi para pemain politik itu.