Ada dua penolakan perintah agama dalam hal ini, yaitu memfitnah dan menggunakan cara-cara kotor  di dalam mencapai kemenangan. Menang itu baik-baik saja, tidak ada yang salah, namun bagaimana mendapatkannya  itu kualitas.
Mengelabuhi orang demi keuntungan sendiri dan kelompok. Hal yang seolah-olah biasa saja. Lihat para koruptor juga melakukan hal yang sama bukan? Ini  mengerikan. Korupsi masih merajalela, kini hoax dan fitnah pun seolah mau jadi tabiat baru bangsa.
Pendidikan, termasuk pendidikan politik menjadi penting, sehingga orang akan kritis di dalam menilai sebuah informasi. Apa yang tersaji dalam media itu demikian beragam. Ada separo data, seperempat data, ada juga sama sekali tanpa data, hanya sebuah fiksi dan halusinasi yang dibangun seolah-olah itu adalah nyata.
Pendidikan agama jauh lebih mendesak dan penting, sehingga orang melakukan kesalahan apalagi fitnah dan hoax, itu malu dan tidak berani. Agama masih semata ritual, hafalan, dan akhirnya seperti ini. Padahal jauh lebih penting dan bermanfaat ilmu agama itu dijadikan panglima, eh malah selama ini seolah menjadi legitimasi di dalam menebarkan fitnah.
Kemenangan itu penting, namun cara menang itu juga jauh lebih penting. Kekuasaan itu sementara namun kualitas pribadi itu abadi, dan itu jelas jauh lebih berguna. Ingat limitasi lima tahunan jangan malah mengorbankan bangsa dan negara demi  kebanggaan sendiri.
Kesadaran penting ini masih perlu waktu dan banyak energi untuk bangsa ini. Masih pula membutuhkan energi besar untuk menjadikannya demikian.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H