Memutihkan TPS dan lagi-lagi malah sudah dinyatakan dulu oleh kubu 01. Apa yang mau direncanakan sudah dieksekusi terlebih dahulu oleh pihak Jokowi-KHMA. Maksudnya mau memerikan klaim bahwa mereka saleh, suci, dan agamis, tetap kalah langkah dan sudah terambil alih.
Keluhan tuduhan membela HTI oleh Prabowo, dijawab singkat oleh  Jokowi bahwa ia dituduh PKI sekian lama. Maunya curhat eh malah kena jawaban yang nyesek. Mereka biasa memainkan tidak siap ketika mendapatkan tantangan yang sama.
Kriminalisasi dan politisasi hukum menjadi mainan mereka, jauh sebelum kampanye, hingga hari ini, setiap upaya penegakan hukum atas perilaku jahat, kriminal, dan pelanggaran hukum akan dibawa pada tudingan kriminalisasi, pemerintah antikritik, pemerintah kejam, namun begitu masuk persidangan narasi itu hilang bak ditelan bumi.
Khas dan berkali ulang, bukan sekali dua kali, namun berkali-kali. Bisa disebutkan, Ratna Sarumpaet, Ahmad dhani, Buni Yani, Bahas Smith, Dahnil Simanjuntak, dan seterusnya-seterusnya. Belum lagi yang kelas biasa dan menebarkan kampanye hitam.
Aksi selanjutnya adalah, bukan kader kami, kami tidak kenal, itu level akar rumput, kalau elit akan dijawab itu pendapat pribadi, sudah bukan bagian badan pemenangan kami. Pola khas main-main bukan serius.
Apa yang mau mereka mainkan sebagai kriminalisasi sudah teramputasi bahwa sah ada bukti-bukti di sana. Lari dengan meninggalkan pelaku sebagai korban sendirian. Lagi-lagi khas anak-anak.
Mereka yang mewacanakan dan merencanakan, namun malah pihak Jokowi yang melaksanakan dan mengeksekusi. Berkali-kali bahkan lho. Cukup cerdik memainkan politik rebut mainan ini.
Indikasi apa yang bisa dibaca ketika itu adalah mainan mereka namun terambil alih oleh pihak rival?
Mereka akan beramai-ramai menuduh bahwa pihak Jokowi curang, memainkan isu perpecahan, dan sejenisnya. Lihat dalam pemutihan TPS, bagaimana narasi yang ada bahwa katanya Jokowi membelah bangsa, azas demokrasi dicederai. Identik juga dengan pemilihan cawapres.
Tim atau badan pemenangan nasional ramai-ramai membantah, meluruskan, dan kadang mengulik kesalahan pihak lain, yang kadang malah menjadi fitnah dan berujung pada proses hukum. Pola yang sama terus menerus.
Emosional, marah-marah, dan itu bukan alasan yang cukup mendasar sebagai pemicu kemarahan. Artinya bahwa mereka merasa terancam, ada hal yang tidak mereka kuasai, dan diluapkan dengan kemarahan, kekerasan, dan perilaku lucu dan aneh lainnya. Miris ketika caci maki dan kekerasal fisik dan verbal menjadi dominan.