Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Janji Utopis Manis Sandi dan PKS, Realisasi?

6 April 2019   08:12 Diperbarui: 6 April 2019   08:29 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cukup menarik dan menggiurkan idenya, namun lagi-lagi abai akan kemandirian dan lingkungan. Sepakat bahwa katanya untuk membantu rakyat sehingga makin produktif. Namun apakah mereka mengingat bahwa korban terbanyak kecelakaan bermotor adalah roda dua.

Kemacetan makin parah karena kepemilikan roda dua makin tidak terkendali dan terjangkau. Lagi-lagi ini soal tabiat dan abai akan lingkungan dan sekitar. Lingkungan, bagaimana BBM yang terbatas harus dibakar tidak terkendali, dan malah seolah mendapatkan legalisasi.

Buat apa pembangunan angkutan massal jika demikian. Artinya mereka abai akan pembangunan jangka panjang, hanya fokus soal pemilih yang berciri jangka pendek. Semata saat ini, model pemikiran dangkal bagi hidup bersama sebagai sebuah bangsa.

Jauh lebih penting adalah mendidik budaya hemat BBM dan kembali pada alam. Lihat Jepang dan Eropa mereka tetap maju dengan tidak memanjakan diri dengan kendaraan bermotor. Ide mundur, identik dengan yang ide penurunan tarif listrik. Tabiat buruk yang malah seolah dibiarkan dan cenderung dibela.

Pemberlakuan SIM seumur hidup dengan alasan rakyat terganggu aktifitasnya hanya untuk administrasi, hal yang lagi-lagi dicari-cari bahkan diciptakan. Aneh dan lucu, bukan soal rakyat terpangkas waktu produktifnya, namun bagaimana birokrasi bersih, efisien, dan efektif itu tercipta. Ini jelas lebih berkualitas dan berkelas, bukan semata-mata hanya meninabobokan demi mendapatkan simpati pemilih.

Keberadaan berlalu lintas sebagian bangsa masih parah. Ini fakta yang tidak mereka ketahui, uji ketrampilan tetap harus ada, bukan semata administrasi. Apa yang ditampilkan jelas abai atau malah asal-asalan. Apa iya model demikian akan menjadi pemimpin bangsa sebesar ini?

Dari dua hal yang telah dinyatakan tersebut ada beberapa hal yang patut disimak, dilihat, dan dicermati.

Adanya janji utopis karena ada paradoks yang tercipta. Menurunkan tarif listrik dan penghapusan pajak, namun alasan dan cara yang dikemukakan sangat lemah dan bahkan tidak mendasar. Apalagi seperti ok oce yang gagal total di Jakarta. Mosok program gagal mau dinasionalkan.

Hanya berpikir jangan pendek soal pemilih, bukan jangka panjang untuk bangsa dan negara apalagi berpikir mengenai bumi. Miris pola pikir demikian maju menjadi calon penguasa bangsa ini. ada banyak ide, namun enggan belajar dan bekerja keras, sehingga memikirkan hal baik dan produktif saja tidak mau.

Sikap peduli pada sesama dan lingkungan cenderung lemah. Bagaimana  melihat listrik dan BBM sebagai hal yang patut untuk gaya hidup hemat dan bijaksana itu malah seolah diabaikan hanya demi pemilih dan kemenangan semata.

Pemimpin yang berorientasi sekadar kekuasaan dan pemilih, susah bisa diharapkan bisa memberikan lebih bagi bangsa dan negara. Malah cenderung minta untuk diberi dan meminta banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun