Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ke Mana Mantra Sakti Amien Rais Kini?

1 April 2019   17:43 Diperbarui: 1 April 2019   17:45 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Reputasi Amien jauh dari kapasitasnya sebenarnya. Ini sangat miris. Bagaimana ia hancur bukan karena lawan dan pihak lain yang menggerogoti, namun karena pilihannya di dalam menyalurkan hasrat dan kehendak politik yang tidak semestinya.

Paling fenomenal jelas janji jalan Jogja-Jakarta jika Jokowi menang itu. Itu ungkapan paling membuatnya hilang muka dan kepercayaan. Terlalu jemawa di dalam kalkulasi politik, ya wajar makin tenggelam dengan era baru yang tidak bisa ia ikuti dengan semestinya.

Persitiwa Mega-Gus Dur dan Yusril menjadi acuan bagaimana sikapnya di dalam menjalankan amanat sebagaimana partai yang ia bidani. Amanat tidak bisa ia pegang dengan semestinya. Mempermainkan jabatan presiden dan pribadi yang ada di sana.

Ngangkangi PAN secara berlebihan. Tetap kendali ada dalam tangannya, ketum berganti akan sama saja. Nyata di dalam pilpres akan seperti ini, pemerintahan mau, tapi sikapnya bersama oposisi. Mendua paling parah pada periode ini ya hanya PAN, dan itu kelihatan  banget kualitasnya. Beda dulu ada Golkar dan PKS, tidak begitu kelihatan.

Reformasi itu menggulingkan rezim KKN, namun ternyata ia juga pelaku ketika periode ini semua anak-anaknya maju menjadi caleg di berbagai jenjang dalam satu partai. Kualifikasi pun tidak cukup menjanjikan selama ini. belum lagi reputasinya di dalam menyikapi isu-isu politik.

Oplas Ratna Sarumpaet menjadi titip  kritis kualitas Amien ketika ia teriak dengan lantang soal pemerintah dan terbukti tidak demikian. Panggilan kepolisian membuatnya ciut nyali dan menjadi jauh lebih pendiam. Makin kelihatan reputasi dan kapasitasnya tidak senyaring suaranya ketika tuding sana tuduh sini itu.

Di balik jadi diamnya, orang awam bisa berpikir wah berarti ada apa-apa di dalam, sehingga jadi pendiam seperti ini. Susah melihat jika tidak ada "gertakan" yang cukup telak, kog jadi pendiam demikian.

Satunya kata dan  perbuatan itu dari hari ke hari makin jauh. Selalu mengaitkan kepentingan politiknya dan kelompoknya dengan istilah agama, perang badar, partai Allah dan partai setan, namun melarang pihak lain ketika ada yang demikian. Mau enaknya sendiri.

Suara yang dinyatakan makin kelihatan warnanya, kualitasnya, dan sering tidak memberikan pendidikan politik bagi bangsa ini. Ya itu  hanya teriakan orang di tepi lapangan karena pemain uzur yang sudah tidak lagi bintang, namun masih merasa bintang,

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun