Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kisah Agum Gumelar, Belajarlah Bijak dari Jokowi, Pak Beye!

19 Maret 2019   07:54 Diperbarui: 19 Maret 2019   07:57 1915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kampanye pilpres makin memanas. Parpol dan ketum parpol pun menggeliat mencari nafas kala kader mereka sama sekali tidak iku kontestasi  utama. Saling berbalas "pantun" seolah sebuah keharusan.

Salah satu yang paling menarik adalah aksi dan reaksi dari ketum Demokrat tukang baper level wahid, dan jagoan tantrum jempolan. Mereaksi pernyataan pemecatan jenderal berkaitan kasus 98, Agum Gumelar menyatakan bahwa SBY juga ada di sana, di dalam surat itu, dan padahal pendukung yang dipecat itu. salah satu point yang membuat SBY tantrum adalah soal SBY tidak punya pendirian.

Sah-sah saja sih presiden dua periode ini marah, jengkel, dan meradang, namun  layak dilihat beberapa point kog malah lucu, maaf naif sebagai seorang perwira, bintang penuh hadiah sih, presiden dua periode lagi malah bersikap demikian.

Jauh lebih bagus belajar pada Jokowi, eits jangan panas, dari pada menggerutu buat saja artikel sendiri, dari pada merusak pemandangan kolom komentar. He..he...he.. jargon aku rapapa itu menunjukkan kualitas pribadi pemimpin. Akhir-akhir ini memang jauh berbeda dengan konsep aku rapapa, namun masih dalam konteks  terukur dan sudah sangat keterlaluan apa yang dilakukan kubu rival.

Beberapa kemarahan terukur itu  soal tudingan PKI yang berkali ulang. Respon bahwa tidak ada PKI anak-anak karena diulangnya photo DN Aidit dengan photo mirip dirinya. Mana ada anggota parpol dini. Itu pun tidak dengan menuduh atau mengaitkan dengan pihak lain.

Soal tudingan antek asing dan antiulama dan antiislam juga tidak menjadi polemik, hanya sentilan jelas dan lugas karena seringnya diulang. Dan itu jelas kepentingan politis yang memang harus dilakukan. Apalagi sebagai presiden.

Dalam konteks Pak Beye ini ada yang lucu dan aneh, beberapa hal sebagai ebrikut.

Pernyataan soal beliau bisa menjawab, namun tidak etis. Lha dalah, lah bukannya ini menjawab ya? Diam itu emas itu bisa dilakukan jika mau. Ingat kesaktian waktu, jangan sedikit-dikit konpres, lebay tau.  Ingat presiden lho, semakin tinggi pohon semakin besar juga angin karena tidak ada penahan dan pelindungnya. Pilihan reaktif atau menanggapi dengan senyum dan bilang, itu tidak penting.

Konteks pembicaraan Agum Gumelar ini adalah masa lalu militer dan soal pelanggaran HAM, ini point penting dan faktual. Soal politis itu tafsiran yang bisa benar bisa salah, bisa juga benar sekaligus salah. Nah bahasan adalah soal di mana peran AG, SBY, dan pemecatan oknum itu.  klarifikasi jelas di sini, konteks pelanggaran HAM 98.

SBY malah menarik ke relasi dan jabatan AG saat ini. Jelas ini adalah penafisiran, sama juga saya menafsirkan semua itu. Mengaitkan dengan  Jokowi itu jelas berlebihan dan malah membuat polemik baru ala SBY. Arahnya jelas soal pilpres.

Bahasa positif, Pak Jokowi dan Pak SBY saling menghormati, belum tentu tahu apa yang dinyatakan AG itu, perlu dicermati lagi, lepas konteks pembicaraan ini dengan status AG sebagai wantimpres, apalagi memang tidak ada pembicara khusus mengenai kasus ini. Susah melihat bahwa Ag sedang memberikan nasihat kepada presiden. Sangat mungkin, namun lebih cenderung spekulatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun