Atau beberapa tahun lalu, kala kampanye pilkada dan aktivitas lanjutan, AYH melakukan lompatan dari panggung, atau stage dive, dilakukan militer aktif, perwira muda, jadi sangat bisa dimengerti, menggaet milineal tentunya. Menjanjikan karena memang banyak segi bisa diterima. Histeria massa bisa tercipta.
Asian Games kemarin, salah satu yang heboh adalah Jojo  yang membuka kaos penuh keringat yang dipakai selama pertandingan. Apa yang dilakukan itu jadi atraksi tersendiri dan malah menjadi inspirasi untuk iklan. Mengapa demikian? Lagi-lagi adalah muda, atlet di masa awal puncak karir, tentu olah otot dan badannya nomor satu. Orang histeris dan mau lagi melihatnya karena gumpalan otot yang menggoda mata, bukan timbunan lemak.
Entah apa yang ada dalam benak capres ini ketika dari atas mobil ia melepas bajunya dan melempar bajunya ke tengah kerumunan massa. Â Apakah mau menciptakan histerisme pendukungnya, atau apa, kurang menemukan titik nalarnya.
Atlet sangat mungkin menjadi rebutan kala kaos itu dilemparkan, kaos basah keringat perjuangan dalam pertandingan. Toh  pemain yang kalah tidak akan percaya diri melempar itu dan mendapatkan sambutan dan rebutan. Pemenang yang akan menjadi rebutan.
Pemain, terutama pemain bola ketika membawa perubahan dan pembeda, membuat gol kemenangan umpamanya, akan dipastikan kaos yang dilemparkan akan menjadi rebutan. Ada nilai historis dan kemenangan di sana. Entah historis apa dalam baju safari dengan saku kuno itu, toh ada juga yang berebut sih.
Mau memperlihatkan kesehatan yang prima, siapa yang kalah prima di antara empat kandidat, tidak menemukan lagi, lagi urgenitasnya. Semua kandidat dalam taraf wajar. Apalagi jika berhadapan dengan capres rival. Mungkin hanya menang pada cawapres KHMA yang memang beda usia dan beda gaya. Lebih parah  jika di hadapan cawapresnya sendiri, yang memang suka olah raga.
Malah memilukan, jika benar bahwa isu-isu yang beredar bahwa kesehatan calon ini memang sangat tidak menunjang untuk kontestasi level presiden. Dengan membuka baju, hendak memperlihatkan baik-baik saja. Toh tidak memberikan bukti apapun.
Miris lagi, yang selalu mendengung-dengungkan keagamaan, ulama, dan sejenisnya, namun malah memperlihatkan perilaku yang tidak patut di depan umum. Akan berbeda jika di stadion, dengan baju olah raga, kemudian baju kaosnya dilemparkan, atau ada di arena balap kuda atau berburu. Lha ini di tengah jalan, konteksnya sama sekali tidak ada pembenar yang esensial.
Kedua aksi capres itu memberikan bukti faktual, pilihan  yang diambil sebagai wujud seorang pemimpin itu baik dan bagus yang mana. Ada nilai yang dipetik atau asal-asalan semata.  Apa iya memilih yang pinter ndagel semata?
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H