Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rabu Abu, Puasa ala Katolik yang Begitu "Ringan"

6 Maret 2019   09:00 Diperbarui: 6 Maret 2019   09:07 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rabu Abu, Puasa Katolik yang Begitu "Ringan"

Rabu Abu adalah hari di mana umat Katolik memulai masa puasa dan pantang selama 40 hari ke depan. Titik tolak masa prihatin ini adalah sebuah bentuk solidaritas, jadi apa yang menjadi fokus adalah kehendak untuk mau berbagi dan mengekang diri dalam berbagai hal.

Jadi ingat kisaran 20 tahun lalu, ketika ada teman yang mempertanyakan betapa "ringannya" puasa dan pantang Katolik, kala itu belum bisa menjawab dengan semestinya. Puasa dan pantang bukan sekadar berat atau ringannya ritual yang dijalani, itu yang menjadi dasarnya.  Kehendak untuk mau solider dan bertobat apalagi jika sampai berbalik arah menuju kepada kesalehan hidup.

Beberapa hal yang patut direnungkan,

Puasa itu bukan sekadar menahan segala hawa nafsu apalagi jika hanya haus dan lapar. Gereja memberikan batasan bahwa puasa wajib itu Rabu Abu dan Jumat Agung.   Puasa itu makan kenyang satu kali dalam satu hari. Sering dipelesetkan makan kenyang banget, he..he... Memang  jika dilihat dalam konteks tidak makan itu sangat ringan, karena toh masih boleh makan juga.

Selama 40 hari ke depan, memang hanya dua hari itu yang wajib, namun boleh bahwa pribadi, kelompok, dan komunitas jika hendak menambah porsi sendiri dan itu tidak mendapatkan konsekuensi dosa.

Pantang, selain puasa, ada pula pantang, setiap hari Jumat selama masa Prapaskah, ditambah Rabu Abu dan Jumat Agung. Hal penting dan sering lagi-lagi tidak mudah karena ini adalah  kehendak bebas manusiawi. Mengurangi atau tidak mengonsumsi daging, ikan, rokok, garam, gula, jajan, dan menonton. Beberapa hal sangat ringan, mudah, dan bisa begitu saja. Nah kembali, umat boleh menambah sendiri demi menghayati lebih "berat".

Saya sejak memegang hp, selalu memilih pantang pulsa dulu, beberapa saat ini tentu pulsa dan paket data. Tentu banyak yang protes dan komplain, he he.... Toh pilihan ini juga tidak mudah, apalagi jika memang berkaitan dengan kerja. Kembali kepada diri sendiri lagi.

Media sosial juga layak menjadi pilihan untuk dijadikan salah satu aksi pantang, karena sering waktu kita habis untuk aktivitas medsos, sedang saudara di sekitar malah terabaikan, terasing, dan tidak mendapatkan porsi perhatian. Nah dengan aksi pantang  medsos, waktu, perhatian, komunikasi dengan yang ada di sekitar bisa menjadi lebih nyata dan bisa terjadi.

Apa maksud berpantang itu?  Berkaitan dengan solidaritas ada aksi yang namanya APP, Aksi Puasa Pembangunan. Jadi dana yang bisa disisihkan dari jatah konsumsi, hobi, dan aktivitas lainnya dimasukan dalam kotak APP. Dulu, menggunakan amplop, namun kebiasaan bahwa mengambil dari dompet dan dimasukkan dalam amplop APP mengurangi makna dari aksi APP.

Kini dengan kotak, aksi itu semakin menjadi bermakna dan  mendapatkan nilai spiritualitas di dalam gerakan ini. Uang sisa belanja, uang rokok, uang pulsa, uang dari mengurangi jajan dimasukan kotak, setiap hari.  Dan dana itu dikembalikan kepada siapa saja yang membutuhkan dan memerlukan bantuan untuk kehidupan mereka yang menjadi lebih baik.

"Semakin Tergerak untuk Berbagi Berkat" sebagai tema Paskah 2019 KAS, di dalam kotak APP disematkan tulisan, berbagi tidak membuat rugi, menemukan kontekstualisasi di zaman modern ini, ketika orang berlomba-lomba mengumpulkan. Ketika mau berbagi menjadi owel, merasa eman, sayang karena sudah susah-susah mencari. Apalagi jika berpikir bahwa yang kekurangan itu karena malas.

Ladang berbagi itu sangat luas, bisa berbagi ilmu pengetahuan, berbagi kegembiraan dengan menjadi teman curhat, menjadi relawan untuk memberikan penghiburan bagi yang sakit dan di penjara. Banyak hal bisa dilakukan, jangan hanya berpikir materi atau harta semata.

Ketulusan menjadi penting. Mengapa? Tuhan sudah memberikan seluruhnya kepada kita, mengapa kita berat untuk menyalurkan rahmat itu? Hal  yang penting, melibatkan Tuhan dalam seluruh dimensi kehidupan kita. Apa yang kita miliki itu semua dari Tuhan dan sudah seharusnya kita teruskan kepada saudara-saudara kita.

Haus dan lapar memang penting, namun kalau itu hanya untuk kemegahan diri, kesalehan pribadi, dan kesuksesan personal itu belum cukup. Benar bahwa itu penting, namun jauh lebih penting lagi adalah ketika dengan itu juga ikut membahagiakan saudara saudari yang belum beruntung.

Di luar sana banyak orang yang haus dan lapar itu bukan karena pilihan, namun karena keadaan, dan tidak ada yang mau dimakan dan diminum.  Di sinilah momentum itu diperoleh. Orang tidak beruntung bukan hanya yang haus dan lapar, namun ada juga yang karena kegagalan dalam banyak aneka segi hidup. Kegagalan  berkeluarga, kegagalan karir, kegagalan studi, dan banyak hal lainnya.  Dan itulah "puasa" kita mendapatkan maknanya lebih dalam.

Nasihat Bapa Paus cukup menohok sebenarnya,

Berpantanglah dari kata-kata yang menyakitkan dan katakanlah kata-kata baik

Berpantanglah dari kesedihan dan penuhilah diri dengan rasa syukur

Berpantanglah dari amarah dan penuhilah diri dengan kebenaran

Berpantanglah dari rasa pesimis dan penuhilah diri dengan harapan

Berpantanglah dari rasa khawatir dan percayalah  pada Tuhan

Berpantanglah dari komplain dan renungkanlah kesederhanaan

Berpantanglah dari tekanan dan jadilah pendoa

Berpantanglah dari kepahitan dan isilah hatimu dengan sukacita

Berpandanglah dari mengutamakan diri dan jadi lebih meikirkan sesama

Berpangtanglah dari sungut-sungut dan rajutlah hubungan

Berpantanglah bicara dan heninglah agar bisa mendengarkan

 

 

 

Selamat merayakan Hari Rabu Abu, selamat Berpantang dan Puasa, bagi yang menjalankannya

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun