Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pepes, Sidang Perdana RS, dan Spiritulitas Pemimpin Koalisi 02

1 Maret 2019   17:56 Diperbarui: 1 Maret 2019   18:03 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apakah hal demikian itu perilaku orang beragama dan berlandaskan Pancasila di dalam hidup berbangsa? Susah melihat yang demikian kog mengaku beragama dan berlandaskan Pancasila. Spritualitas yang baik akan terpancar dalam  perilaku hidup sehari-hari, buah agama.

Sikap tanggung jawab dan menerima konsekuensi atas perilaku itu jelas mempertontonkan kualitas kepemimpinan.  Yang nampaknya jauh dari fakta yang dipertontonkan. Bagaimana percaya model demikian menjadi pemimpin yang baik, coba?

Menghargai kawan dan lawan jelas ciri sportivitas, ciri berdemokrasi yang  dewasa dan bermartabat.  Lihat bagaimana jika pemimpin demikian itu selama ini berperilaku dalam kampanye dan selama menjadi "oposisi" sepanjang periode ini. Mereka  biasa meninggalkan kawan, bagaimana menghargai lawan, merendahkan jelas merupakan kebiasaan dan makanan sehari-hari.

Apa yang ditampilkan selama ini kog, nampaknya merupakan gambaran utuh atas perilaku hidup beragama dan spiritualitas dalam hidup harian mereka. Mana gambaran hidup beragama itu tidak semata pakaian, kata suci, dan ritual keagamaan yang dipublikasikan.

Ini memang perilaku secara umum para pendukung utama koalisi, namun apakah pemimpin dari koalisi ini juga memiliki sikap yang semestinya?  Jika ia lurus, dan berjalan berbeda dengan yang dilakukan jaringannya, bagaimana tidak ada teguran kog. Apa yang terjadi demikian lama toh tidak ada perubahan. Ada kesinambungan sikap antara capres sebagai pimpinan dengan jajaran selanjutnya.

Cukup menarik apa yang menjadi isu di mana capres mereka ternyata tidak bisa wudhu, apakah masih demikian hingga hari ini, entahlah? Ketika tidak bisa melakukan yang mendasar, bagaimana langkah ritual beragama berikutnya. Susah memahaminya bisa sholat dan mengaji Al Qoran jika demikian. Mengapa? Karena yang mendasar saja tidak mampu, mana bisa yang selanjutnya dapat melakukannya dengan selayaknya?

Pantas banyak pertanyaan Jumat-an di mana karena seolah tidak bisa melakukan ibadah wajib itu. Ada pula setitik bukti demikian, ketika mau ibadah Jumat pun harus memakai pamflet, banner, dan spanduk undangan untuk ikut sholat Jumat.

Nah dari sana, apa yang menjadi kewajiban saja tidak mau berusaha sungguh-sungguh, jadi tidak heran ketika menjadi pejabat publik akan susah melihat ia bisa dipercaya.  Kewajiban beragama itu mendasar, jiwa pemimpin. Jika dasarnya saja keropos, apa yang terjadi?

Terima kasih dan salam

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun