Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Agama antara Politik Identitas dan Penghayatan Spiritual serta Agama Capres ini

1 Maret 2019   09:00 Diperbarui: 1 Maret 2019   15:33 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Padahal jelas-jelas mendeskreditkan pihak satu dan menguntungkan pihak lain.  Ini pun sebenarnya membuktikan bagaimana perilaku mereka sebagai pemimpin yang beragama.

Efektifitas sentimen agama pernah, ingat pernah sukses, pilkada DKI jelas memberikan fakta bahwa sentimen agama sukses membawa pemerintahan baru dengan menenggelamkan pemerintahan lama. Isu ayat dan mayat demikian efektif dan masif untuk menakut-nakuti pemilih.

Beberapa kaitan agama namun tidak cukup laku adalah sebagai berikut:

Partai Allah dan partai setan, syukur bahwa ternyata Tuhan memberikan bukti, bahwa yang menglaim dari partai Allah itu malah kena tangkap KPK karena korupsi, contoh Zumi Zola.  Pun beberapa pelaku lain  bersama-sama melakukan pembohongan publik dengan kisah Ratna Sarumpaet.  

Satu demi satu masuk bui dan mendatangi KPK dan kepolisian untuk menegakan hukum, artinya ada potensi pelanggaran hukum. Hayo mana yang dari Roh Baik dan roh jahat.

Lima juta autosurga, ini tentu jihad harta untuk pemilihan presiden. Coba bayangkan bagaimana surga bisa diperjualbelikan dengan mudahnya dan dinilai dengan  uang dan materi semata-mata. 

Apa iya, ketika orang membayar kasarnya tiket lima juta, dan mabuk-mabukan, malingan dan korupsi, menebar kebencian, pun bisa luluh karena sudah membayar lima juta. Beneran demikian sikap orang beriman?

Doa dan puisi yang berulang dengan sentimen keagamaan dan politis tertentu. Doa berkaitan dengan dukungan kyai sepuh Mbah Moen, dan dijawab puisi doa yang tertukar ala Fadli Zon, itu belum reda benar, telah ditimpali dengan puisi doa perang ala Neno Warisman.  

Apakah ini tidak sengaja? Susah melihat itu sebagai sebuah ketidaksengajaan semata, ada upaya masif dan terys menerus untuk itu.

Penyebutan istilah maksa adanya santri milenial, bahkan menyamakan dengan nabi, seolah bisa mendadak ulama atau santri. Hal yang jelas permainan kedodoran karena sering memainkan permainan politik identitas kemudian tertelikung karena kubu sebelah menggunakan ulama yang sesungguhnya.

Perilaku politis di atas itu dilakukan oleh para pelaku politik yang selalu menjadikan agama sebagai tameng. Istilah-istilah keagamaan, penggunaan kalimat-kalimat suci, dan pakaian khas keagamaan, ritual  keagamaan di dalam aktivitas mereka. Paling depan jika menggunakan sensitifitas agama, namun perilaku munafik, pelanggar hukum selalu terdepan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun