Padahal jelas-jelas mendeskreditkan pihak satu dan menguntungkan pihak lain. Â Ini pun sebenarnya membuktikan bagaimana perilaku mereka sebagai pemimpin yang beragama.
Efektifitas sentimen agama pernah, ingat pernah sukses, pilkada DKI jelas memberikan fakta bahwa sentimen agama sukses membawa pemerintahan baru dengan menenggelamkan pemerintahan lama. Isu ayat dan mayat demikian efektif dan masif untuk menakut-nakuti pemilih.
Beberapa kaitan agama namun tidak cukup laku adalah sebagai berikut:
Partai Allah dan partai setan, syukur bahwa ternyata Tuhan memberikan bukti, bahwa yang menglaim dari partai Allah itu malah kena tangkap KPK karena korupsi, contoh Zumi Zola.  Pun beberapa pelaku lain  bersama-sama melakukan pembohongan publik dengan kisah Ratna Sarumpaet. Â
Satu demi satu masuk bui dan mendatangi KPK dan kepolisian untuk menegakan hukum, artinya ada potensi pelanggaran hukum. Hayo mana yang dari Roh Baik dan roh jahat.
Lima juta autosurga, ini tentu jihad harta untuk pemilihan presiden. Coba bayangkan bagaimana surga bisa diperjualbelikan dengan mudahnya dan dinilai dengan  uang dan materi semata-mata.Â
Apa iya, ketika orang membayar kasarnya tiket lima juta, dan mabuk-mabukan, malingan dan korupsi, menebar kebencian, pun bisa luluh karena sudah membayar lima juta. Beneran demikian sikap orang beriman?
Doa dan puisi yang berulang dengan sentimen keagamaan dan politis tertentu. Doa berkaitan dengan dukungan kyai sepuh Mbah Moen, dan dijawab puisi doa yang tertukar ala Fadli Zon, itu belum reda benar, telah ditimpali dengan puisi doa perang ala Neno Warisman. Â
Apakah ini tidak sengaja? Susah melihat itu sebagai sebuah ketidaksengajaan semata, ada upaya masif dan terys menerus untuk itu.
Penyebutan istilah maksa adanya santri milenial, bahkan menyamakan dengan nabi, seolah bisa mendadak ulama atau santri. Hal yang jelas permainan kedodoran karena sering memainkan permainan politik identitas kemudian tertelikung karena kubu sebelah menggunakan ulama yang sesungguhnya.
Perilaku politis di atas itu dilakukan oleh para pelaku politik yang selalu menjadikan agama sebagai tameng. Istilah-istilah keagamaan, penggunaan kalimat-kalimat suci, dan pakaian khas keagamaan, ritual  keagamaan di dalam aktivitas mereka. Paling depan jika menggunakan sensitifitas agama, namun perilaku munafik, pelanggar hukum selalu terdepan.