Sikap dari tidak siap kalah itu, ternyata mengristal karena berbagai-bagai kasus dan jelas kepentingan demi 2019. Ini menjadi masalah yang membuat banyak orang menjadi enggan kembali memilih atau  memberikan kepercayaan lagi.
Kebersamaan dengan gerakan radikal dan intoleran, membuat makin banyak kehilangan potensi pemilih dan bahkan pemilih menjadi beralih. Pembelaan kepada HTI jelas membuat orang menjadi takut bagaimana pemerintahan ke depan. Negara Pancasila susah bisa diharapkan demikian. Ide-ide yang mengikuti dan  perilakunya di dalam politik identitas.
Pilkada DKI menjadi puncak bagaimana sektarian dan sejatinya tidak sektarian namun keinginan untuk berkuasa semata. Agama dan identitas dijadikan kendaraan agar bisa menang dan berkuasa, termasuk menyingkirkan pemimpin potensial dengan alasan lagi-lagi agama.
Pembelaan demi pembelaan bagi para pelaku pelanggar hukum. Bisa kita saksikan bagaimana mereka menggebu-gebu membela Ahmad Dhani, dulu Ratna Sarumpaet, dan juga Buni Yani sempat pada awal-awalnya. Bagaimana pertanggungjawaban mereka atas penegakan hukum jika perilakunya demikian.
Mosok mau merevisi UU ITE demi kawannya yang terjerat pasal UU ITE, bagaimana bernegara dipengaruhi oleh kepentingan relasional personal?  Padahal di dalam konteks UU ITE ini, mereka juga terlibat di dalam pembahasan hingga legalisasi. Apa iya dengan mudah direvisi berkaitan dengan kepentingan semata rekannya. Apa hanya Dhani  yang dijerat UU ITE? Sama sekali tidak, ke mana mereka selama ini?
Oposisi ugal-ugalan,  bagaimana mereka melakukan kritikan yang sama sekali tidak mendasar, dan lebih cenderung waton sulaya, di mana mereka melakukan apapun asal pemerintah di mata pemilih adalah buruk. Beberapa indikasi itu;
Infrastruktur tidak dimakan rakyat, padahal jelas kepentingan dan kemendesakan mengapa infrastruktur dibangun dan dijadikan prioritas. Ingat orang itu tidak hanya butuh makan, namun distibusi dan kebanggaan juga penting. Namun mereka tidak mau tahu hal itu. Apa yang menjadi fokus mereka hanya soal kepentingan jangka pendek.
Hutang luar negeri yang digembar-gemborkan terus. Fakta dan data jauh dari itu semua. Mereka tidak mautahu karena memang itu keuntungan pemerintah. Keuntungan pihak rival yang tidak mau mereka akui karena memang mereka tidak bisa respek pada rival. Sikap yang menunjukkan ciri kekanak-kanakan.
Setiap pernyataan dan gagasan serta perilaku pemerintah selalu dinegasikan. Padahal oposisi baiknya tidak hanya demikian. Â Sebaiknya adalah mendukung sepanjang itu demi bangsa dan negara.Â
Jika sebaliknya mereka berteriak lantang. Hal ini tidak terjadi, berteriak terus tanpa jalan keluar, dan cenderung asal-asalan. Malah merugikan bagi hidup berbangsa jika demikian.
Pilihan banyak rekan ini memang logis, benar, dan bijaksana. Melihat reputasi calon pemimpin yang lemah demikian, di hadapan pemimpin yang sudah memberikan bukti bukan sekadar janji. Jadi pilihan untuk Jokowi lagi sudah tepat.