Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Jadulnya Capres Kami

22 Februari 2019   11:08 Diperbarui: 22 Februari 2019   11:23 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Atau memang hanya mau menjadi presiden dalam tataran cita-cita anak-anak yang keren, seremoni hebat dalam upacara, peresmian ini dan itu. Pemimpin yang hanya memerintah dan menyuruh, namun tidak tahu apa-apa soal negeri ini dengan mendalam?  Retorika, kalimat bombastis, indah di podium, namun susah direalisasikan memang demikian. Dagaimana di depan petani mengatakan menaikan harga, di depan konsumen dan pedagang mengatakan menurunkan harga.

Atau di depan rakyat antiimpor, namun di depan penguasa asing menjanjikan investasi dan juga perdagangan internasional. Bagaimana bisa dua sisi berseberangan bisa menjadi  satu tindakan nyata jika demikian?  Apa yang dinyatakan itu susah dilakukan.

Pola pikir dan pola tindak model feodal, raja bukan presiden, apalagi era modern ini. Data mudah diakses, fakta di mana-mana, saksi pun demikian, namun perilakunya model lempar batu sembunyi tangan. Mana kelanjutan tudingan infrastruktur bocor 25% toh malah ngeles dengan yang punya data kan pemerintah. Lha yang dikatakan sebelumnya berarti asumsi omong kosong dan membual? Lagi-lagi tidak konsisten.

Pemimpin yang baik itu konsisten. Dalam ucapan, perilaku, dan juga kebijakan. Bagaimana di dua tempat yang berbeda dan waktu yang  belum cukup lama sudah berbeda sikap? Artinya konsistensinya rendah. Bagaimana menjaga negeri sebesar ini jika amnesia akut begitu?

Tanggung jawab. Nah mempertanggungjawabkan ucapan dan tidak hanya bicara membual saja. Pun jika bualan itu terbukti salah ya mau di bui jangan ngeles dan merasa kriminalisasi dan malah menimbukan fitnah baru. Hayo siap, atau siap menjawab dengan ngeles saja?

Visi ke depan. Memiliki visi ke depan berrti membaca, menelaah, dan berbicara masa depan dengan kca mata optimis, bukan pesimis dan mengatakan masa lalu saja. Ini penting, agar rakyat juga optimis, bukan malah takut dan khawatir dalam hidupnya.

Percaya diri dan menularkan optimisme, bukan ketakutan dan kecemasan. Selama ini siapa yang menebarkan ancaman, perilaku meneror, dan memiliki sikap  pesimis, itu soal pola pikir bukan hanya klaim dan di bibir saja.

Jelas bukan ke mana arah pilihan, Jokowi lagi, sekali lagi Jokowi.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun