Kelucuan, atau malah maaf sekali lagi kegoblogan, ketika Jokowi mengatakan sebagai presiden pernah mengunjungi kampung nelayan di Semarang. Eh si pimpinan dewan ikut-ikutan, mengekor ke sana. Apa yang terjadi malah ia jadi bahan tertawaan. Maksudnya membantah apa yang dinyatakan Jokowi, eh malah ia jadi tertawaan.
Sekali lagi ini  fokusnya pada apa yang dilakukan Jokowi. Mereka yang merasa seolah-olah menguasai panggung itu justru didekte oleh Jokowi dengan ikut apa yang Jokowi mau.  Dengan datang ke Tambak Klorok, apa yang diperoleh? Apalagi siang bolong di kampung nelayan malah mengganggu mereka istirahat iya. Semarang lagi.
Unicorn, kata pengamat, dan itu jauh lebih bernada positif jika mereka mau menggali itu bukan malah mempersoalkan ketololan tidak tahu istilah. Ada kelemahan yang perlu dibenahi, mengapa bukan malah mengelola itu. Ribet dan ribut bahwa Jokowi menjebak. Ini kan bodoh. Padahal bisa mengeksplorasi sisi lain yang tidak kalah cerdas jika mau. Apa lacur hanya level hafalan istilah, bisa dilihat lebih lengkap di sini.
Melihat dan menyermati hal tersebut, patut bahwa pilihan itu sudah harus dimantabkan,Jokowi pasti dengan pertimbangan rasional, logis, dan mendasar. Mau melihat reputasi mereka yang ugal-ugalan dan tidak memiliki rencana kerja yang baik itu, mana bisa diberikan kepercayaan untuk memimpin.
Jokowi sedang dan terus bekerja, mereka hanya memikirkan bagaimana mematahkan prestasi Jokowi. Susah mengharapkan apa yang dicapai dan dilakukan Jokowi kali ini, akan mereka teruskan jika mereka menang. Jelas kerugian ganda dengan menyerahkan kepada mereka kepercayaan itu.
Perilaku politik mereka sama sekali tidak menjanjikan. Berjalan itu ke depan. Bagaimana bisa fokus masih pada aksi hari Minggu itu terus. Â Padahal Jokowi telah melakukan banyak hal. Benar bahwa oposisi itu bukan pemerintah, namun mengamati demi kebaikan juga penting, bukan malah fokusnya pada hal yang buruk-buruk.
Fokus mereka bukan negara dan bagaimana menyejahterakan rakyat. Inti kerja mereka kejatuhan Jokowi dan menggantikan dengan pola pikir bodoh mereka. Mengerikan jika demikian. Ini negara mau dijadikan apa? Jika ada iklan, buat anak kog coba-coba, kini juga untuk politik, bernegara kog coba-coba. Yo akan hancur tidak sampai tahun 2030 jika demikian.
Kedua capres sudah memresentasikan kualitas mereka luar dalam. Tidak ada lagi  yang tersembunyi dan tidak kelihatan. Pun demikian, para timsesnya yang akan siap-siap menjadi menteri dan elit negeri ini.
Mosok menteri dalam negeri kog menjadi dagelan ketika berkunjung ke kampung nelayan? Di mana wibawanya coba. Pola pikirnya hanya duplikasi, dompleng, dan tidak ada yang orisinal. Apalagi jika au jauh melongok ke belakang, setiap aksi Jokowi akan dibalasnya.  Dari gendruwo, sontoloyo, hingga kisah Mbah Moen yang mempermalukan diri sendiri itu. Tidak ada aksi orisinal dari perilaku calon menteri yang kini di dewan juga tidak pernah kerja itu.
Jubir yang akan sangat mungkin menjadi menteri itu pun setali tiga uang. Ketika kesandung kasus hukum, merengek, namun menuding dengan sadis pihak lain sebagai pembohong. Mosok orang model demikian jadi menteri?  Coba berjiwa ksatria dulu dengan kasus hukumnya, belum-belum sudah merasa hebat, benar, dan bersih, namun ketika menuding dengan sangat tajam, seolah  bersih dan hebat sendiri. Tanggung jawab saja minim.
Jadi ingat perbincangan dengan Kompasianer Herulono Murtopo, kala kuliah, kalau dia masih ingat sih, ada dua biarawan yang melakukan kegiatan lintas alam. Di sebuah tepi sungai mereka mendapati gadis yang kebingungan menyeberangi sungai. Si biarawan satu langsung saja membopong si gadis, dan meninggalkannya di tepi seberang sungai.