Keadaan politik panas namun kurang ensensial, ada sahabat Kompasiner yang jengkel karena kondisi K dengan aroma politiknya, pun sedang tidak minat saja nulis politik. Hal yang sebenarnya sudah cukup lama, namun soal keluarga dan relasi itu tidak ada kata terlambat.
Mengapa memilih nama Ahok? Karena ini identik dengan ngawur, tidak menimbang efek, dan masa lalu yang ia nyatakan mau menjadi BTP. Sikap wajar dan manusiawi  ketika ia masih lepas kontrol. dalam sebuah perbincangan ia menyinggung sifat dan sikap mantan istrinya. Ada dua pribadi yang jengkel diwakili sang puteri dan adiknya.
Kisah kedua, ketika Ahmad Dhani masuk bui, di waktu yang bersamaan Maia sedang jalan-jalan dengan suami baru. Seolah tidak ada empati. Apakah salah? Sama sekali tidak. Menjadi ribet karena Maia lupa bahwa mantan suaminya itu ada anaknya yang berkaitan dengan dirinya. Benar bahwa ia berhak bahagia dengan dunia barunya, suami barunya. Pun ada anak yang nelangsa karena bapaknya merana, ibunya bahagia di tempat lain.
Suami atau istri itu bisa tersemat "gelar" yang namanya mantan. Nah apakah ada mantan anak? Sampai dunia bubar ya tidak akan pernah bisa. Ada aliran darah yang membuat mereka terhubung dan bukan dan tidak akan pernah menjadi mantan. Sering ini dilupakan para pasangan suami istri yang sudah menjadi mantan itu.
Salah sih tidak, karena itu hak masing-masing ketika sudah mup on  kata milenial. Namun tidak bijaksana saja sih sebenarnya. Masalah di antara pasangan dan ada kekurangan dan kelebihan itu biasa. Anak tidak akan terima jika kelemahan dari ibu-bapaknya itu diekspose dan dieksplorasi. Ini tetap ibu dan bapaknya, bukan mantan bagi si pasangan yang sudah memperoleh pasangan dan pelabuhan baru.
Bijaksana itu memang tidak mudah, bukan semata cerdas secara intelektual, namun juga perlu cerdas secara emosional. Sangat mungkin pendidikan sangat tinggi, namun perilakunya tidak mencerminkan pendidikan ketika menyangkut relasi. Salah satu yang paling  memalukan lihat saja di jalan raya dan ketika antri. Memalukan. Kadang itu tidak salah, namun  tidak bijak di dalam bersikap dan berperan.
Berkaca dari Ahok. Sangat wajar ketika ia memilih pasangan lain yang sesuai dengan kriteria ia kini. Ia membanggakan itu dan secara tidak langsung akan menjauhkan yang mantan lakukan. Tentu itu baginya adalah kebahagiaan yang tidak terkira. Berbeda bagi si anak yang tidak rela ibunya dinilai seperti itu. Apalagi akan ada "orang asing" dalam kehidupannya. Â Ingat itu tetap "asing" bagi si anak.
Demikian juga bagi putera-putera  Maia, tentu mereka sejatinya tidak mengungkit kebahagiaan ibunya, namun hanya ungkapan kecewa, karena seolah mereka ini sendiri. Tidak ada yang salah dari kedua belah pihak. Anak tidak akan tahu betapa pedih luka hati yang dialami ibu, karena toh itu pelakunya bapaknya. Bagi si ibu itu tetap bisa menjadi "orang lain".
Tentu yakin dan bisa dipercaya apa yang dilakukan Maia itu tidak ada unsur kesengajaan dan unsur menertawakan kondisi si mantan yang menderita. Kebetulan saja jadwal ia pesiar sama persis dengan vonis si mantan. Mirisnya adalah kontras dan bertolak belakang, merana dan bahagia.
Hal itu terekspose karena mereka adalah figur yang dikenal oleh publik, apalagi cenderung para pelaku yang terlibat itu orang-orang politik. Sangat mungkin menjadi konsumsi secara massal. Apalagi media sekarang maaf kurang mau kerja keras dan lebih suka mengulik hal privat seperti ini.
Kesadaran para pelaku perceraian atau perpisahan. Lebih menahan diri di dalam mengekspresikan kebagiaan dan kebanggaan  dengan pasangan barunya. Di sana ada anak yang terluka karena separo orang tuanya secara tidak langsung ternodai oleh pilihan dan sikap dari mantan. Sekali lagi ini tidak salah, namun perlu kehati-hatian menjaga hati anak.