Tidak terlalu gegabah juga jika mengatakan kalau pengaruh PKS lebih kuat dan lebih memberikan warna sehingga berlaku dengan gaya politik selama ini. Perilaku mereka yang konsisten seperti itu, Gerindra cenderung berubah kali ini. Bisa tidak cukup berlebihan kiranya mengatakan kalau pengaruh dan salah gaul ada pada partai ini.
Beberapa kali mengeluarkan pernyataan yang asal-asalan, maka lahirlah "Sandiawara" itu yang membuat ada ibu yang sakit hati. Ini salah Sandi si Anak Mami Uno bukan si maminya. Orang dewasa, bahkan sudah menjadi orang tua juga, berpolitik lagi, salah memilih kawan bisa runyam.
Kini hobi melahirkan kebohongan demi kebohongan, bahkan drama, sandiwara. Awalnya dulu hanya sendirian, ke belakang melibatkan pihak lain. Awal masa kampanye beberapa bulan yang lalu, seolah monolog, dengan belanja Rp. 100.000,00 hanya dapat sedikit. Beramai-ramai kelompoknya mendukung aksi itu. Dan dengan  mudah dipatahkan.
Tempe setipis ATM juga masih monolog, hanya sendirian dan mengatakan kalau semua mahal, maka tempe hanya setipis kartu ATM. Terbantahkan bahkan oleh Jokowi langsung dan dari sinilah pedagang pasar banyak yang menolak ketika ia datang karena pembel ketakutan atas narasinya yang ngawur itu. Tidak bebenah dan malah makin kacau karena melibatkan pihak lain.
Laiknya sandiwara, teater, atau drama, ada pemain lain, pengambil gambar dan ada filmnya, ada narasinya. Paling tidak ada tiga kisah yang mungkin ceroboh atau sengaja, yang jelas kedodoran ketika ketahuan ada unsur dugaan settingan.
Ada mak-mak histeris, bahkan sampai menangis segala mau berphoto dan berdekat-dekatan. Mau mengambarkan sebagai pemimpin yang dirindukan. Eh ternyata adalah salah satu anggota atau kader partai yang ditengarai menerima bagian kardus. Ketahuan apa yang dimaksukan, dan masih saya cengengesan.
Ternyata belum cukup, malah lagi-lagi membantu korban banjir. Lagi-lagi skenario belepotan atau  memang kualitas kepemimpinannya yang memang hanya segitu. Si korban banjir ini depannya belepotan lumpur. Laiknya korban banjir, tetapi ternyata di balik badang itu, pungggungnya bersih tanpa ada lumpur.
Pembelaan dan tertawaan saling bersautan. Siapa yang benar dan siapa yang salah sudah bisa disimpulkan sendiri tentunya.
Terbaru. Ada petani menangis mengeluhkan komoditinya yang turun sehingga tidak mampu membayar tagihan bank. Eh kemudian ketahuan bahwa ternyata adalah mantan Komisioner KPUD masa lalu. Lagi-lagi kejadian dan terbongkar lagi model pendekatannya.
Ironis ketika ad curhatan itu, padahal mulai Juli hingga Oktober, media mewartakan bahwa Mentan melepas ekspor bawang dari Brebes ke Thailand, Taiwan, dan biasanya impor kali ini ekspor. Menjadi kontradiksi, apa  iya hanya dalam hitungan bulan sudah berbalik arah tanpa ada kejadian luar biasa. Maaf bisa terjadi jika ada tsunami atau bencana luar biasa. Sama sekali tidak ada, kecuali tsunami dramatisasi semata.
Pemimpin itu peduli  dengan tulus, bukan dalam bentuk settingan, tuduhan bahwa presiden atau Jokowi pencitraan. Lah ini siapa yang memainkan peran dan malah menyengaja perilaku kepedulian, perhatian, dan bentuk sapaan itu  hanya sebuah drama. Apakah model pemimpin dan kepemimpinan demikian bisa diharapkan bisa menjadi pemimpin yang baik?