Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hashim dan Kapitalisme dalam Politik Pragmatis

5 Februari 2019   16:49 Diperbarui: 5 Februari 2019   16:59 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk apa sih itu semua? Jelas demi menggaet pemilih. Coba tidak masa kampanye mana mau mereka riuh rendah dan sok peduli begitu. Mau bukti? Memang Buni Yani ini orang pertama masuk bui karena UU ITE? Ke mana mereka ketika banyak kasus lain?

Terbaru ya jelas "keseleo" lidah doa yai sepuh. Jelas jika beliau itu orang muda, salah sebut jadi gorengan ya monggo, lha ini memang sudah sepuh. Salah ya wajar. Kog diam ketika dulu kolega mereka berdoa politik dalam acara resmi kenegaraan diam saja. Ke mana mereka yang sok religius itu?

Ketika menuding Jokowi sebagai rival adalah PKI, dan dijawab bahwa mana ada anggota PKI balita, toh masih saja meminta test DNA. Ini otaknya di mana sih, mana ada DNA soal filiasi politik.

Lha nyatanya memusuhi Pancasila, namun emnerima gaji, maling dari bumi Pancasila juga oke-oke saja. Kog tidak malu ya? Eh malah pihak lain diminta membuktikan kalau bukan PKI, mereka tiba-tiba membuka peluang dengan tangan terbuka. Apa artinya? Jelas pragmatisme semata.

Lucu lagi ketika ada batita menjadi bahan aduan ke Bawaslu. Mana ada sih anak di bawah liga tahun eh malah jadi pelaku kampanye.

Ini apa iya karena politik dan demokrasi waras? Ini jelas demokrasi kacau dan iri dengki semata. Susah menghadapi pola pendekatan asal berbeda dan pihak lain salah. Demokrasi akal-akalan semata.

Beberapa perilaku selama ini jelas memberikan gambaran kalau mereka hanya fokus pada kejatahan pihak lain. Jenis mencari keutungan semata, bukan membangun citra diri sebagai koalisi dan partai politik bermartabat dan berkualitas.

Selama empat tahun lebih tidak pernah berpikir dan berbuat untuk membangun citra baik, berpikir kualitas untuk menarik simpati, malah hanya mengintip di pojokan siapa tahu rival jatuh dan kemudian mendapatkan kursi.

Apalagi pilpres makin dekat. Perilaku ugal-ugalan makin kuat. Sama sekali tidak ada yang baru, duplikasi 2014, dan malah menyontek negara lain segala, namun toh isinya ya begitu deh. Tidak jauh-jauh dari sekadar mencari-cari kesalahan, bahkan perilaku dan pernyataan benar saja dijadikan salah dan dipelintir ke mana-mana.

Model begitu yang mau dijadikan pemimpin? Perjuangannya saja tidak ada. Hanya ada mencari keuntungan dengan merugikan pihak lain? Ini serius, bukan hanya soal sederhana. Gaya  kepemimpinan yang mendalam

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun